BAB III
ZIKIR DAN DOA
- Berzikir Kepada Allah SWT.
1. Keutamaan Zikir
Zikir ialah keadaan hati ingat kepada Allah. Berzikir kepada Allah s.w.t. merupakan ibadah mulia bernilai tinggi. Dan Allah s.w.t. memuji hamba-Nya yang selalu berzikir kepada-Nya.
Abdullah bin Busri r.a. meriwayatkan bahwa seorang lelaki berkata kepada Rasulullah s.a.w.: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya syariat Islam itu banyak sekali bagiku, maka ajarilah aku sesuatu yang dapat aku jadikan pegangan.” Rasulullah s.a.w. menjawab:
لاَ يَزَالُ لِسَانُكَ رَطْبًا مِنْ ذِكْرِ اللهِ[1]
Artinya:
Hendaklah lidahmu senantiasa basah karena menyebut Allah
Berzikir kepada Allah s.w.t. berarti juga sadar akan pengawasan-Nya dan ingat akan segala nikmat yang diberikan-Nya. Zikir memotivasi kita untuk melaksanakan perintah Allah s.a.w. dan menjauhkan diri dari larangan-Nya. Sikap, ucapan dan perbuatan kita akan selalu bermanfaat bagi diri sendiri, orang lain dan alam lingkungan. Diantara manfaat yang diperoleh ialah hati selalu tenteram. Firman Allah s.w.t.: “Orang-orang yang beriman hati mereka tenteram disebabkan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan berzikir kepada Allah, hati bisa menjadi tenang.” (QS. ar-Ra`d [13]: 28)
Orang yang lalai berzikir akan masuk perangkap setan. Ia sukar menerima kebenaran karena telah dikendalikan oleh nafsu ammarah bissu’ (nafsu yang condong kepada keburukan). Perbuatannya akan mendatangkan kerugian terhadap dirinya sendiri, orang lain dan alam lingkungan.
Orang yang jauh dari berzikir, hatinya gelisah dan salah arah meskipun ia memangku kedudukan tinggi, memiliki istana dan villa megah, harta berlimpah, dan mempunyai banyak anak. Ia merasakan sempitnya hidup di dunia dan pada hari kiamat kelak termasuk orang-orang yang hina. Perhatikanlah firman Allah s.w.t.: “Dan barangsiapa berpaling dari berzikir kepada-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia, “Wahai Tuhanku, mengapa Engkau menghidupkanku pada hari kiamat dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang bisa melihat?” Allah berfirman, “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, lalu kamu melupakannya. Maka demikian pula kalian dilupakan pada hari ini.” (QS. Thaahaa [20]: 124-126)
Abu Darda r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda:
أَلاَ أُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرِ أَعْمَالِكُمْ وَ أَزْكَاهَا عِنْدَ مَلِيْكِكُمْ وَ أَرْفَعِهَا فِي دَرَجَاتِكُمْ وَ خَيْرٌ لَكُمْ مِنْ إِنْفَاقِ الذَّهَبِ وَ الْوَرِقِ وَ خَيْرٌ لَكُمْ مِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ فَتَضْرِبُوْا أَعْنَاقَهُمْ وَ يَضْرِبُوْا أَعْنَاقَكُمْ؟ قَالُوْا بَلَى, قَالَ: ذِكْرُ اللهِ تَعَالَى.
“Sukakah kamu aku beritahukan amalan kamu yang paling baik, paling suci disisi Tuhan Penguasa kamu, paling meninggikan derajat kamu, dan lebih baik bagi kamu daripada menafkahkan emas dan perak, dan lebih baik daripada kamu berhadapan dengan musuh dimana kamu memukul leher mereka dan mereka pun memukul lehermu?”. Jawab para sahabat: “Tentu kami suka wahai Rasulullah.” Lanjut Nabi s.a.w.:
(selalu berzikir [ingat] kepada Allah s.w.t.)
Dan Nabi Muhammad s.a.w. bersabda, Allah `Azza wa Jalla berfirman:
أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى وَ أَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِى فَإِنْ ذَكَرَنِى فِى نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِى نَفْسِى ذَكَرَنِى فِى مَلَأٍ ذَكَرْتُهُ فِى مَلَأٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ وَ إِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ شِبْرًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَ إِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا وَ إِنْ أَتَانِى يَمْشِى أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً.[3]
Aku mengikut zhan (dugaan berat) hamba-Ku terhadap-Ku, dan Aku bersamanya apabila ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam dirinya, maka Aku pun mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam kumpulan, maka Aku mengingatnya dalam kumpulan yang lebih baik dari mereka. Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, maka Aku mendekat kepadanya sehasta; jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, maka Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepada-Ku berjalan kaki, maka Aku datang kepadanya berlari.”
Di dalam al-Quran Allah s.w.t. berfirman:
فَاذْكُرُوْنِى أَذْكُرْكُمْ وَ اشْكُرُوْلِى وَ لاَ تَكْفُرُوْنِ.
“Karena itu ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.”
(QS.al-Baqarah [2]: 152)
Ummul mukminin Aisyah r.a. bertanya kepada Rasulullah SAW.: “Wahai Rasulullah, apakah kamu tidur sebelum shalat witir?.” Jawab Nabi s.a.w.:
يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَ لاَ يَنَامُ قَلْبِى.[4]
“Wahai Aisyah, sesungguhnya kedua mataku tidur tetapi hatiku tidaklah tidur.”
Karena hati Rasulullah s.a.w. selalu berzikir, maka Allah s.w.t memberi perlindungan kepada beliau setiap ada bahaya mengancam nyawanya. Jaminan perlindungan ini dinyatakan Allah s.w.t.: “Dan Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia”. (QS. Al-Maa’idah [5]: 67)
Setelah tercium oleh pihak kafir Quraisy bahwa Rasulullah s.a.w. akan berhijrah ke Madinah, mereka musyawarah di Dewan Darun Nadwa, rumah Qusyai bin Kilab di Mekkah. Disepakati agar setiap kabilah mengirim seorang pemuda gagah berani untuk mengepung rumah Nabi s.a.w. dan membunuhnya apabila ada kesempatan.
Ali bin Abu Thalib tidur di tempat tidur Rasulullah s.a.w. untuk mengelabui pemuda-pemuda Quraisy yang telah mengepung rumah dengan pagar betis. Hampir lewat malam Nabi s.a.w. keluar rumah dengan membaca surat Yaasiin [36] ayat 9: “Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.”
Setelah sadar bahwa Nabi Muhammad s.a.w. telah meninggalkan rumah, orang-orang Quraisy menyebar mencarinya. Ketika itu Nabi s.a.w. sudah berada di dalam gua Tsur di Jabal Nur tempat persembunyian beliau dengan Abu Bakar Siddiq. Beberapa orang Quraisy menemukan jejak Rasul. Namun sesampainya di mulut gua mereka melihat sarang labah-labah. Salah seorang dari mereka berkata: “Tidak mungkin Muhammad di dalam gua ini. Belum lagi lahir Muhammad labah-labah ini sudah bersarang di sini. Apalagi ini ada pula merpati bertelur disarangnya tepat di mulut gua ini”, ucapnya memberi alasan.
Untuk memastikan apakah ada orang di dalam gua, seorang dari mereka melemparkan batu ke dalam gua yang sempit itu. Batu yang dilemparkan mengenai gigi Rasulullah s.a.w. sehingga berbunyi seperti kena ke batu. Karena itu mereka yakin tidak ada orang di dalam.
Abu Bakar Siddiq yang mendengar percakapan orang-orang di luar gua sangat ketakutan kalau Muhammad s.a.w. akan tertangkap dan dibunuh. Rasulullah s.a.w. menenangkan Abu Bakar r.a. sebagaimana dijelaskan oleh al-Quran dalam surat at-Tawbah [9] ayat 40: “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.”
Syuraqah bin Malik bin Ju`syum sangat berambisi mendapatkan hadiah 100 ekor unta sebagaimana dijanjikan tokoh-tokoh Quraisy bagi siapa saja yang berhasil menawan atau menangkap Muhammad, baik dalam keadaan hidup maupun mati. Dari informasi seorang pegembala ia memacu kudanya mengejar Rasulullah s.a.w. Johan pacu kuda ini akhirnya berhasil menemukan Muhammad s.a.w. Namun setiap Syuraqah hendak memancung Rasulullah s.a.w. dari belakang, kudanya tersungkur dan ia pun tercampak. Setelah tiga kali gagal memancung Rasulullah s.a.w. akhirnya ia membatalkan niatnya. Syuraqah kembali ke Mekkah dan merahasiakan keberadaan Rasulullah s.a.w. kepada orang-orang Quraisy.”
Perlindungan juga diberikan kepada rasul-rasul lain dan orang-orang mukmin yang senantiasa berzikir kepada Allah s.w.t..
Setelah meninggalkan kaumnya yang ingkar, Nabi Yunus a.s. bermaksud hijrah untuk menyebarkan Agama Allah s.w.t. di negeri lain. Di tengah samudara, kapal yang ditumpangnya dihempas ombak besar menjulang tinggi. Seluruh awak kapal dan penumpang sangat bimbang kapal akan karam. Nakhoda berpendapat pasti ada salah seorang penumpang yang melakukan kesalahan besar. Orang itu harus dibuang ke laut agar kapal selamat.
Ketika Nabi Yunus a.s. melihat bahwa namanya selalu keluar setelah diadakan tiga kali undian, beliau pun terjun sendiri ke laut. Beliau merasa telah bersalah karena meninggalkan umatnya yang ingkar dan menolak dakwahnya.
Sesaat masuk laut, seekor ikan besar langsung menelan Nabi Yunus a.s.. Di dalam perut ikan yang amat gelap beliau terus berzikir kepada Allah s.w.t. dengan senantiasa bertasbih membaca:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّى كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ[5]
Tiada Tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau. Sesungguhnya aku termasuk dari orang-orang yang zalim (QS. Al-Anbiyaa’ [21]: 87)
Allah s.w.t. menyelamatkan Nabi Yunus a.s. karena beliau selalu ingat kepada Allah s.w.t. “Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit.” QS. Ash-Shaaffaat [37]: 143-144. Menurut riwayat, ikan besar memuntahkan Nabi Yunus a.s. kepantai setelah 40 hari berada di perut ikan.
Demikianlah Nabi Yunus a.s. mendapat perlindungan dari Allah s.w.t.. Setiap mukmin yang berzikir dengan membaca tasbih tersebut juga akan diselamatkan dari marabahaya yang dihadapinya. “Maka Kami telah memperkenankan doanya (Yunus) dan menyelamatkannya daripada kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Anbiyaa’ [21]: 88)
Abu Muslim al-Khaulani, salah seorang tabi`in besar, lidahnya tidak pernah berhenti menyebut Allah s.w.t..
Suatu ketika, salah seorang Nabi palsu di Sana`a, Yaman, bernama al-Aswad al-Unsiy menangkapnya.
Al-Aswad bertanya kepadanya, “Apakah engkau mengakui bahwa Muhammad adalah Rasulullah?”
“Ya,” jawab Abu Muslim.
“Apakah engkau mengakui bahwa aku adalah Rasulullah?”
“Saya belum pernah mendengarnya.”
Kemudian Al-Aswad menyuruh orang-orangnya mengumpulkan kayu bakar dan menyalakannya. Abu Muslim dilemparkan ke dalam kobaran api. Namun, Allah s.w.t. ternyata menjadikan api tersebut dingin dan menyelamatkan Abu Muslim.
Ketika Abu Muslim datang kepada Abu Bakar r.a., beliau dan Umar r.a. langsung merangkulnya. Mereka berdua mengatakan, “Selamat datang, wahai orang yang diperlakukan seperti Nabi Ibrahim, Kekasih Allah.”
Abu Muslim tidak pernah berhenti berzikir kepada Allah s.w.t. baik pagi maupun sore. Tokoh tabi`in ini sedikit tidur karena waktunya banyak digunakan untuk berzikir kepada Allah s.w.t..[6]
Abu Musa r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda, “Perumpamaan orang-orang yang berzikir kepada Tuhannya dan orang-orang yang tidak mau berzikir adalah seperti orang yang hidup dan orang yang mati.”[7]
Sungguh amat besar jasa orang-orang yang senantiasa berzikir kepada Allah s.w.t.. Penghuni bumi ini semestinya berterima kasih kepada mereka. Sebab, Rasulullah s.a.w. bersabda: “Tidak akan terjadi hari kiamat selagi masih ada di permukaan bumi orang yang mengucap اَلله , اَلله .[8]
Karena besarnya keutamaan zikir, maka Allah s.w.t. menganjurkan kita untuk banyak berzikir kepada-Nya. Firman Allah s.w.t. dalam surat al-Ahzaab [33] ayat 41-42:
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا اذْكُرُوا اللهَ ذِكْرًا كَثِيْرًا. وَ سَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَ أَصِيْلاً.
“Wahai orang-orang yang beriman, berzikirlah kepada Allah sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang.”
2. Macam-Macam Zikir
Zikir qalbi
Zikir terbagi dua yaitu zikir qalbi dan zikir lisan. Zikir qalbi artinya berzikir dalam hati tanpa suara dan tidak diucapkan dengan lidah. Zikir qalbi disebut juga zikir khafi (tersembunyi).
Zikir qalbi dapat dilakukan dalam segala keadaan. Ketika kita sibuk bekerja atau sedang berbicara dianjurkan agar hati kita tetap ingat (berzikir) kepada Allah s.w.t. Bahkan setiap kali bernafas hendaklah disertai dengan zikir dalam hati.
Dalam surat al-A`raaf [7] ayat 205 Allah s.w.t. berfirman:
وَ اذْكُرْ رَبَّكَ فِى نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَ خِيْفَةً وَ دُوْنَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالغُدُوِّ وَ اْلآصَالِ وَ لاَ تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِيْنَ.
“Dan sebutlah (nama) Tuhan-mu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut serta tidak mengeraskan suaramu di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.”
Disunatkan merendahkan suara ketika berzikir. Dari Abu Musa r.a., ia berkata, “Kami bersama Nabi s.a.w. pada satu perjalanan, maka orang-orang menguatkan takbirnya ketika mendaki bukit”. Kata Abu Musa, seseorang setiap mendaki bukit, ia memanggil:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ اللهُ أَكْبَرُ
Kata Abu Musa, maka Nabi s.a.w. bersabda, ‘Wahai manusia, cukupkanlah di dalam jiwamu, sesungguhnya kamu tidak berdoa kepada yang tuli dan tidak yang gaib, akan tetapi kamu berdoa kepada Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat, dan Dia bersama kamu”. Kemudian beliau datang kepada saya ketika saya sedang membaca dalam hatiku kalimat:
لاَ حَوْلَ وَ لاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ.
Tiada daya dan tiada kekuatan kecuali dengan Allah.
Maka beliau bersabda, “Wahai Abdullah bin Qais, katakanlah:
لاَ حَوْلَ وَ لاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ.
Rasulullah s.a.w. tidak pernah lalai dari berzikir kepada Allah s.w.t.. Setiap beliau bernapas selalu disertai dengan berzikir di dalam hatinya. Bahkan ketika tidur, hanya kedua mata beliau yang tidur sedangkan hatinya tetap berzikir sebagaimana disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah r.a., “Wahai Aisyah, sesungguhnya kedua mataku tidur tetapi hatiku tidaklah tidur.”
Hati merupakan tempat yang dipandang oleh Allah s.w.t., tempat iman, lumbung rahasia, dan sumber cahaya. Apabila baik hati maka akan baik seluruh anggota tubuh, tetapi apabila rusak hati maka akan rusak pula seluruh anggota tubuh, sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah s.a.w..
Ibadah tidak sah tanpa niat dalam hati. Amal perbuatan anggota tubuh tidak diterima kalau tidak disertai dengan amal hati, akan tetapi amal hati diterima walaupun tidak dilakukan dengan anggota tubuh.
Rasulullah s.a.w. menyatakan bahwa zikir qalbi lebih utama daripada zikir lisan. Dari Aisyah r.a. bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda: “,Zikir (khafi) lebih utama tujuh puluh derajat daripada zikir jahri. Apabila terjadi hari kiamat, Allah menyuruh para hamba-Nya kembali kepada hisabnya dan malaikat hafazah membawa apa-apa yang mereka pelihara dan catat. Allah s.w.t. bertanya: ‘,Perhatikanlah apakah masih ada sesuatu tertinggal bagi hamba-Ku.’ Para ma laikat menjawab: ‘Tidak ada tertinggal dari apa yang kami ketahui dan kami jaga, semuanya telah kami hitung dan catat.’ Maka Allah s.w.t. berfirman: ‘Sesungguhnya engkau punya kebaikan disisi-Ku, dan Aku akan membalasnya untukmu, yaitu zikir khafi.”[10]
Ternyata amal kita yang berbentuk zikir qalbi luput dari catatan malaikat hafazhah karena tidak bersuara. Namun zikir ini tetap ada dalam ilmu Allah s.w.t. dan Dia akan membalasnya dengan pahala mulia.
Zikir lisan
Zikir lisan ialah mengucapkan kata atau kalimat tertentu yang maknanya membuat kita ingat kepada Allah s.w.t.. Zikir lisan dinamakan juga zikir jahriy (terang).
Kalimat-kalimat mulia yang dapat membuat kita ingat kepada Allah s.w.t. mencakup ismu Dzaat, al-asmaul husna, tahmid, tasbih, takbir, tahlil, selawat, istigfar, dan doa. Rasulullah s.a.w. menjelaskan bahwa zikir yang paling utama ialah,
Zikir ini dinamakan nafi itsbat. Nafi artinya meniadakan, sedangkan arti itsbat ialah menetapkan. Disebut demikian karena kalimat لاَ إِلَهَ meniadakan Tuhan (nafi); sedangkan kalimat إِلاَّ اللهُ menetapkan bahwa hanya Allah s.w.t. Tuhan yang berhak disembah (itsbat).
Kalimat-kalimat yang dibaca dalam shalat –mulai dari takbiratul ihram sampai salam- seharusnya membuat kita tetap ingat (berzikir) kepada Allah s.w.t.. Firman Allah s.w.t., “Dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku.”[12] Karena itu dalam hadis dijelaskan bahwa, “Allah akan selalu menghadap ke arah seorang hamba yang sedang mendirikan shalat, selama hatinya tidak berpaling dari-Nya. Dan ketika hatinya berpaling, maka Allah juga akan berpaling darinya.”[13]
Ketika membaca ayat-ayat seharusnya hati kita ingat kepada Allah s.w.t.. Bahkan orang yang mendengarkan bacaan al-Quran hatinya juga berzikir kepada Allah s.w.t..
Rasulullah s.a.w. sangat gemar mendengarkan lantunan ayat-ayat al-Quran, karena hal itu mengingatkan beliau akan ketakwaan dan ketakutan kepada Allah s.w.t..
Dalam tafsir Ibnu Hatim yang diriwayatkan dengan sanad hasan (yang baik), Abu Hurairah r.a. berkata, “Pada suatu malam ketika gelap mulai menyelimuti bumi, Rasulullah s.a.w. berjalan melintasi gang-gang kota Madinah. Ketika beliau melintasi rumah seorang wanita tua, yang sedang membaca al-Quran, beliau menempelkan kepalanya di pintu rumah tersebut dan berusaha mendengarkan bacaannya. Seorang wanita tua, yang dengan kelemahan fisiknya, senantiasa berusaha memudakan jiwanya dan menghidupkan hatinya dengan mendekatkan diri kepada Allah s.w.t..
Wanita itu berkali-kali membaca ayat,
هَلْ أَتَاكَ حَدِيْثُ الْغَاشِيَةِ.
“Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan?”
(QS. Al-Ghaasyiyah [88]: 1)
Dia sama sekali tidak merasa bahwa Rasulullah s.a.w. sedang mendengarkan bacaannya. Rasulullah s.a.w. menangis dan bersabda, “Benar, itu adalah berita yang sampai kepadaku. Benar, itu adalah berita yang sampai kepadaku.”[14]
Ketika membaca Sunnah, seharusnya hati kita tetap ingat kepada Allah s.w.t.. Demikian juga ketika menelaah kitab-kitab tafsir al-Quran, kitab-kitab hadis, kitab-kitab studi Islam, sejarah Nabi sa.w., riwayat hidup sahabat, dan riwayat hidup orang-orang saleh.
Hepi Andi Bastoni menguraikan di dalam bukunya, 101 Sahabat Nabi, bahwa Musailamah tidak mengindahkan surat pertama Rasulullah SAW. yang beliau kirim melalui dua orang utusan Musailamah yang telah menghadap Rasul.
Karena itu, Rasulullah s.a.w. mengirim surat kedua kepada nabi palsu Musailamah al-Kadzab agar ia menghentikan segala kegiatan yang menyesatkan. Beliau menunjuk Habib bin Zaid r.a. untuk mengantarkan surat tersebut kepada Musailamah. Saat itu Habib masih sangat muda belia. Namun ia seorang pemuda mukmin yang imannya kuat terhunjam dari ujung rambut sampai ke ujung kaki.
Habib bin Zaid r.a. berangkat melaksanakan tugas yang dibebankan Rasulullah s.a.w. kepadanya dengan penuh semangat, tanpa merasa lelah dan membuang-buang waktu. Setelah mendaki gunung yang tinggi dan menuruni lereng yang terjal, Habib bin Zaid r.a. tiba di perkampungan Bani Hanifah. Ia langsung menghadap Musailamah dan menyampaikan surat Rasulullah s.a.w..
Begitu menerima surat dari tangan Habib, wajah Musailamah langsung memerah pertanda ia marah. Saat itu juga diperintahkan seorang pengawal untuk mengikat Habib bin Zaid dan mengurungnya satu malam.
Keesokan harinya, Musailamah mengumpulkan orang-orangnya dan menggiring Habib di hadapan mereka dengan susah payah karena beratnya belenggu di kedua tangan dan kakinya. Habib bin Zaid r.a. berdiri tegap dan kokoh di hadapan pengikut Musailamah.
“Apakah kamu mengakui Muhammad itu Rasulullah?” bentak Musailamah.
“Ya benar! Saya mengakui Muhammad sesungguhnya Rasulullah!” jawab Habib bin Zaid r.a. tegas.
Musailamah terdiam menahan marah. “Apakah kamu mengakui saya adalah Rasulullah?” bentaknya lagi.
Habib bin Zaid sengaja menjawab dengan nada menghina dan menyakitkan hati,”Mungkin saya tuli, saya tidak pernah mendengar yang begitu!” ujarnya.
Wajah Musailamah semakin merah. Bibirnya bergetar karena marah. Ia pun memerintahkan kepada algojonya, “Potong tubuhnya sepotong!”
Algojo menghampiri Habib bin Zaid r.a. lalu memotong salah satu bagian tubuh Habib bin Zaid r.a.. Potongan itu menggelinding di tanah.
“Apakah kamu mengakui Muhammad itu Rasulullah?” tanya Musailamah.
“Ya, saya mengakui Muhammad utusan Allah!” jawab Habib.
“Apakah kamu mengakui saya Rasulullah?” Tanya Musailamah lagi.
“Sudah kukatakan, mungkin saya tuli sehingga tidak pernah mendengar ucapan itu” jawab Habib bin Zaid r.a. tegas.
Musailamah kembali menyuruh algojonya memotong bagian tubuh Habib yang lain. Potongan itu kembali jatuh tak jauh dari potongan yang pertama. Orang banyak terbelalak kebingungan melihat Habib bin Zaid r.a. tetap pada pendiriannya, bahkan menantang. Musailamah terus bertanya dan algojo pun terus memotong-motong tubuh Habib sesuai dengan perintah pimpinan mereka. Walaupun begitu, Habib tetap berkata, “Aku mengakui sesungguhnya Muhammad itu Rasulullah.”
Separuh tubuh Habib telah terpotong-potong dan potongannya berserakan di tanah. Separuh lagi bagaikan onggokan daging yang pandai bicara. Akhirnya jiwa Habib melayang menemui Tuhannya. Kedua bibirnya senantiasa mengucapkan nama seorang yang telah berjanji dengannya pada malam Aqaba, yaitu Muhammad s.a.w..[15]
Sungguh bulu kita merinding dan air mata kita tak terasa menetes ketika membaca riwayah hidup sahabat bernama Habib bin Zaid r.a. ini. Hati kita teringat kepada Allah s.w.t. yang telah menyempurnakan iman di dalam hati sahabat ini.
Seorang sahabat bernama Habib bin Zaid r.a., yang ketika masih kanak-kanak telah ditakdirkan Allah s.w.t. bahwa ia berangkat dengan ibu, bapak, bibi dan saudaranya pergi ke Mekkah, turut beserta Kelompok Tujuh untuk melakukan bai`at dengan Rasulullah s.a.w., yang dikenal dengan Bai`ah `Aqabah Pertama. Pemuda yang dibanggakan Rasulullah s.a.w. ini akhirnya wafat di hadapan seorang nabi palsu yang sangat biadab, Musailamah al-Kadzab.
Kajian dan penyelidikan sains yang dilakukan oleh ilmuwan muslim hendaklah membuatnya takjub kepada Allah s.w.t.. Keteraturan unsur dan sistem yang ada dalam diri manusia dan pada alam semesta tidaklah terjadi sendirinya, tetapi pasti atas kehendak dan kekuasaan Tuhan Yang Mahabijaksana. Firman Allah s.w.t., “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat (berzikir kepada) Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata):
رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلاً سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Aali `Imraan [3]: 190-191)
4. Waktu-Waktu Yang Paling Utama Untuk Berzikir
Kita akan lebih konsentrasi berzikir jika dilakukan dalam suasana tenang. Seharusnya kita pilih waktu-waktu tertentu pada setiap hari untuk berzikir kepada Allah s.w.t.. Waktu-waktu yang paling baik untuk berzikir kepada Allah s.w.t. ialah sebagai berikut:
4.1 Pada sepertiga malam yang terakhir
Sepertiga malam yang terakhir masanya sekitar tiga jam sebelum masuk waktu shalat subuh. Kalau di satu tempat waktu subuh masuk pada pukul 04.45 maka sepertiga malam terhitung mulai pukul 01.45 waktu setempat.
Sepertiga malam merupakan waktu yang paling utama untuk berzikir kepada Allah s.w.t.. Perhatikanlah terjemahan ayat berikut, “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di dalam taman-taman (surga) dan di mata air-mata air, sambil mengambil apa yang diberikan kepada mereka oleh Tuhan mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik. Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan di akhir-akhir malam mereka mohon ampun (kepada Allah).” (QS. Adz-Dzaariyaat [51]: 15-18). “Dan bertasbihlah kamu kepada-Nya di malam hari dan setiap selesai shalat.” (Terjemahan QS. Qaaf [50]: 40).
Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَ تَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِيْنَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ فَيَقُوْلُ: مَنْ يَدْعُوْنِى فَأَسْتَجِيْبَ لَهُ وَ مَنْ يَسْأَلُنِى فَأُعْطِيَهُ وَ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِى فَأَغْفِرَ لَهُ.[16]
“Tuhan kita Yang Mahamulia dan Mahatinggi setiap malam turun ke langit dunia ketika tinggal sepertiga malam yang terakhir. Maka Dia berfirman, Siapa yang berdoa kepada-Ku akan Aku perkenankan baginya; siapa yang meminta kepada-Ku akan Aku beri baginya; dan siapa yang memohon ampunan kepada-Ku akan Aku beri ampun baginya.”
Berzikir pada sepertiga malam yang terakhir sebaiknya dilakukan dengan mendirikan shalat malam. Allah s.w.t. berfirman, “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku”.[17] Esensi utama daripada shalat adalah ingat kepada Allah s.w.t.. Di dalam hadis qudsi dijelaskan bahwa Allah s.w.t. akan bersama dengan hamba-Nya yang sedang shalat selama hatinya masih ingat kepada-Nya. Apabila orang yang sedang shalat lalai mengingat Allah, maka Allah pun meninggalkannya.
Dalam keheningan malam, ketika turun hujan rintik-rintik pada sepertiga malam yang terakhir, kita beribadah dan bermunajat. Kita dirikan shalat malam, kemudian dilanjutkan dengan beristigfar, berselawat, bertasbih, berzikir dan berdoa. Ini semua kita lakukan ketika Allah s.w.t. dari langit dunia terus berseru, “Siapa lagi hamba-Ku yang berdoa akan Aku perkenankan; Siapa lagi hamba-Ku yang meminta akan Aku beri untuknya; Siapa lagi hamba-Ku yang minta ampunan akan Aku beri ampunan baginya.”
Penjelasan lebih luas tentang shalat malam pada sepertiga malam yang terakhir dapat Anda baca pada pembahasan tentang “Shalat lail (malam)” dalam buku ini.
4.2 Pada separuh malam yang terakhir
`Amru bin `Abasah r.a. mendengar Nabi s.a.w. bersabda:
أَقْرَبُ مَا يَكُوْنُ الرَّبُّ مِنَ الْعَبْدِ فِى جَوْفِ اللَّيْلِ الْآخِرِ فَإِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ تَكُوْنَ مِمَّنْ يَذْكُرُ اللهَ فِى تِلْكَ السَّاعَةِ فَكُنْ.[18]
Artinya:
Waktu yang paling dekat Rabb (Tuhan) dengan hamba adalah pada separuh malam yang terakhir. Jika engkau mampu termasuk orang yang berzikir kepada Allah pada saat itu maka lakukanlah.
Separuh malam yang terakhir termasuk waktu yang sangat diutamakan berzikir padanya. Kalau di satu negeri waktu malam selama 12 jam, maka waktu separuh malam terakhir dihitung sejak pukul 00.00 waktu setempat.
Zikir yang dilakukan dalam waktu ini sebaiknya dengan cara mendirikan shalat malam, seperti shalat tahajud. Untuk penjelasan lebih luas tentang shalat lail (malam) pada separuh malam yang terakhir dapat Anda baca pembahasan “Shalat lail (malam)” dalam buku ini.
4.3 Pada waktu sahur
Di atas telah dikemukakan bahwa waktu sahur mulai sekitar satu jam sebelum masuk waktu shalat subuh. Dalam waktu ini disunatkan untuk banyak bertasbih, bertahmid, bertakbir, bershalawat dan beristighfar.
Kalau Anda dapat bangun pada separuh malam yang terakhir atau pada sepertiga malam yang terakhir, sebaiknya terlebih dahulu Anda habiskan waktumu dengan shalat tahajud. Kemudian menjelang masuk waktu sahur Anda tutup shalat malammu dengan shalat witir tiga rakaat.
Setelah masuk waktu sahur manfaatkanlah waktu untuk beristigfar, bertasbih, bertahmid, bertakbir, bershalawat, bertahlil dan berdoa kepada Allah s.w.t.. Ini adalah waktu yang sangat utama untuk melakukan amal-amalan tersebut. Perhatikanlah firman Allah s.w.t., “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di dalam taman-taman (surga) dan di mata air-mata air; sambil mengambil apa yang diberikan kepada mereka oleh Tuhan mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik. Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah)”.[19]
Perhatikanlah betapa pentingnya waktu sahur sebagaimana disebutkan di dalam ayat di atas. Di rumah-rumah suluk, atau di pondok-pondok bersuluk, menjelang shalat subuh biasanya dikumandangkan dua kali azan. Azan pertama pertanda masuk waktu sahur untuk melakukan berbagai ibadah terutama beristigfar, berselawat, dan berdoa; dan azan kedua sebagai pertanda masuk waktu shalat subuh.
Jika bisa hendaklah waktu sepanjang sahur Anda manfaatkan untuk berzikir kepadanya dengan cara beristigfar, berselawat dan berdoa.
Kalau terlambat bangun, mungkin Anda terjaga di akhir waktu sepertiga malam terakhir atau sudah masuk waktu sahur, hendaklah Anda shalat tahajud terlebih dahulu walaupun hanya dua rakaat. Kemudian tutup shalatmu dengan shalat witir tiga rakaat atau cukup satu rakaat kalau memang sudah hampir masuk waktu shalat subuh.
4.4 Pada waktu pagi dan petang
Allah s.w.t. berfirman: “Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).
Setelah mendirikan shalat subuh sampai terbit matahari dan sesudah shalat ashar sampai terbenamnya matahari termasuk waktu yang utama untuk berzikir kepada Allah s.w.t.. Allah s.w.t. berfirman, “Maka bertasbihlah kepada Allah waktu kamu berada di sore hari dan waktu kamu berada di waktu subuh, dan bagi-Nyalah segala puji di langit dan di bumi dan di waktu kamu berada pada petang hari dan di waktu kamu berada di waktu zuhur.”(Terjemahan QS. Ar-Ruum [30]: 17-18) Dan firman-Nya, “Maka sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa senang.” (Terjemahan QS. Thaahaa [20]: 130) Dan firman-Nya, “Maka bersabarlah kamu, karena sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi.” (Terjemahan QS. Al-Mu’min [40]: 55). Dan firman-Nya, “Maka bersabarlah kamu terhadap apa yang mereka katakan dan bertasbihlah sambil memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam(nya).” (Terjemahan QS. Qaaf [50]: 39).
Waktu pagi, sesudah shalat subuh sampai terbit matahari, termasuk waktu yang utama untuk berzikir kepada Allah s.w.t.. Simak bin Harb r.a. bertanya kepada Jabir bin Samurah r.a., “Pernahkah kamu satu majelis dengan Rasulullah s.a.w.? Jawabnya, “Ya (sering). Apabila Rasulullah s.a.w. telah selesai shalat subuh, beliau duduk di tempat shalatnya hingga terbit matahari. Sementara itu para sahabatnya ada yang berbincang sesama mereka, ada yang membicarakan nostalgia zaman jahiliah, ada yang menyenandungkan syair, dan ada yang tertawa. Dan Rasulullah s.a.w. tersenyum.”[20]
Anas bin Malik r.a. meriwayatkan, bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda:
مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِى جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَ عُمْرَةٍ". قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: "تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ".[21]
“Barangsiapa shalat subuh berjemaah, kemudian ia duduk berzikir kepada Allah hingga terbit matahari, kemudian ia shalat (isyraq) dua rakaat, maka untuknya seperti pahala haji dan umrah.” Kata Anas r.a., Rasulullah s.a.w. bersabda, “(haji dan umrah) yang sempurna, yang sempurna, yang sempurna.”
Waktu petang, sesudah shalat ashar sampai terbenam matahari, termasuk waktu yang utama untuk berzikir. Kita dianjurkan bertasbih, bertahmid dan beristigfar di waktu pagi dan di waktu petang sebagaimana dapat difahami dari ayat-ayat al-Quran dan Sunnah di atas.
Jarir r.a. meriwayatkan, “Kami bersama Nabi s.a.w. maka beliau melihat ke bulan purnama, kemudian bersabda: “Sesungguhnya kamu akan melihat Tuhan-mu sebagaimana kamu melihat bulan purnama ini, kamu tidak digabungkan dalam melihatnya, maka jika kamu mampu janganlah kamu melalaikan shalat sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya, maka lakukanlah”. Kemudian beliau membaca ayat “Dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya”.[22] Kemudian dalam hadis lain Rasulullah s.a.w. bersabda, “Bergiliran pada kamu malaikat malam dan malaikat siang, dan mereka berjama`ah pada shalat fajar (subuh) dan shalat asar, kemudian malaikat yang mengawasi kamu pada malam hari naik, maka Allah s.w.t. bertanya kepada mereka –padahal Dia lebih tahu daripada mereka- “Bagaimana kamu tinggalkan hamba-hamba-Ku? Jawab para malaikat, “Kami meninggalkan mereka sedang shalat, dan kami mendatangi mereka sewaktu mereka sedang shalat”.[23]
Malaikat malam naik ke langit setelah digantikan malaikat siang pada waktu subuh sebelum matahari terbit. Dan malaikat siang naik ke langit setelah digantikan oleh malaikat malam pada waktu asar sebelum terbenam matahari. Masing-masing malaikat melapor kepada Allah s.w.t. tentang keberadaan manusia yang diawasinya di bumi, mulai dari ketika didapatkannya, selama semalam atau sehari dalam pengawasannya, dan ketika ditinggalkannya.
Bagaimana dengan Anda? Bukankah Anda suka kalau malaikat melaporkan kepada Allah s.w.t. bahwa ketika ditinggalkannya dan didapatkannya Anda sedang shalat, atau Anda sedang bertasbih dan berzikir kepada-Nya?
Setiap ada manusia beribadah di bumi, Allah s.w.t. menunjukkan rasa bangganya kepada para malaikat. Bayangkan betapa bangganya Allah s.w.t. di hadapan para malaikat ketika menerima laporan dari malaikat hafazhah bahwa, sewaktu didapatkannya dan ditinggalkannya di bumi Anda sedang bertasbih dan berzikir.
Rasulullah SAW. suka kalau Allah s.w.t. bangga karena ibadahnya. Bagaimana pula dengan Anda? Tidakkah Anda suka kalau Allah s.w.t. ridho padamu? Tidakkah Anda senang kalau Allah bangga di hadapan malaikat karena ketaatanmu?
Bukankah Anda mampu bekerja berjam-jam mencari rezeki untuk menyenangkan keluargamu? Anda bekerja keras, berpanas, berhujan, berkeringat dan tak kenal lelah karena ingin menyenangkan isteri dan anak-anakmu.
Tidakkah Anda malu, hanya beberapa menit saja diperintah bertasbih, beristigfar dan berzikir tetapi Anda enggan. Renungkanlah hadis qudsi ini, Rasulullah s.a.w. bersabda, Allah s.w.t. berfirman, “Aku heran denganmu, wahai anak Adam. Aku yang telah menciptakanmu tapi engkau menyembah selain Aku. Aku yang memberimu rezeki tapi engkau bersyukur kepada selain Aku. Aku perlihatkan rasa cinta-Ku kepadamu dengan memberi nikmat –padahal Aku tidak membutuhkanmu- tapi engkau perlihatkan rasa bencimu kepada-Ku dengan melakukan maksiat, padahal engkau membutuhkan-Ku. Kebaikan-Ku senantiasa turun kepadamu tetapi keburukanmu senantiasa naik kepada-Ku.”[24]
Apakah sudah benar imanmu? Kalau Anda seorang mukmin, maka cintamu kepada Allah s.w.t. harus di atas segalanya. Benarkah hatimu penuh dengan cinta kepada-Nya? Bukankah Allah s.w.t. menyuruhmu untuk bertasbih, beristigfar dan berzikir? Kalau engkau rela berpanas, berhujan dan berpenat untuk menyenangkan keluargamu, bagaimana pula usahamu untuk menggapai ridho Tuhan-mu? Masih beratkah bagimu untuk bertasbih dan berzikir, hanya beberapa menit saja, di waktu pagi dan di waktu petang? Bukankah dengan mengamalkan itu Allah s.w.t. akan ridho padamu? Bukankah dengan demikian maka Allah s.w.t. akan bangga di hadapan malaikat-Nya? Tidakkah Anda puas kalau Allah s.w.t. bangga karenamu? Renungkan ini wahai saudaraku!
Wirid Khidhir a.s.
(sab`ah `asyarah)
dibaca sebelum terbit matahari
dan sebelum terbenamnya
Diriwayatkan dari seorang wali abdal bernama Karza bin Wibrah r.a., ia berkata: “Saya didatangi oleh seorang saudaraku dari penduduk Syam, maka ia memberiku satu hadiah; dan dia berkata: “Wahai Karza terimalah dariku hadiah ini karena ini hadiah paling baik”.
Aku tanya, “Wahai saudaraku, siapa yang memberimu hadiah ini? Dia jawab, “Saya diberi oleh Ibrahim at-Taimiy”.
Aku katakan, “Apakah tidak engkau tanya Ibrahim siapa yang memberi hadiah itu kepadanya? Jawab-nya, “Tentu sudah”.
Jawab Ibrahim at-Taimiy, “Sewaktu aku duduk di halaman Ka`bah dan aku sedang bertahlil, bertasbih, bertahmid dan bertamjid, saya didatangi seorang lelaki. Ia mengucapkan salam kepadaku dan ia duduk di sebelah kananku.
Saya belum pernah melihat orang dalam zamanku yang lebih bagus dari mukanya, tidak pula yang lebih bagus pakaiannya, tidak pula yang lebih putih dan tidak pula yang lebih harum darinya.
Aku tanya, “Wahai hamba Allah, siapakah engkau dan dari mana engkau datang?
Jawabnya, “Saya al-Khidhir”.
Aku tanya, “Gerangan apa kiranya kamu mendatangi saya?
Jawab Khidhir, “Untuk mengucapkan salam kepadamu, dan karena cinta padamu karena Allah, dan saya ada hadiah ingin aku hadiahkan kepadamu”.
Aku tanya, “Apa hadiahnya?
Jawabnya, “Sebelum terbit matahari dan sebelum terbentangnya diatas bumi dan sebelum terbenamnya bacalah masing-masing tujuh kali dari:
1. surat al-Faatihah.
2. surat an-Naas.
3. surat al-Falaq.
4. surat al-Ikhlas.
5. surat al-Kaafiruun.
6. ayat kursi (al-Baqarah ayat 255).
7. baca tujuh kali:
سُبْحَانَ اللهِ وَ الْحَمْدُ للهِ وَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ اللهُ أَكْبَرُ وَ لاَ حَوْلَ وَ لاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ.[25]
8. baca tujuh kali shalawat untuk Nabi Muhammad s.a.w.:
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَ نَبِيِّكَ وَ رَسُوْلِكَ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ وَبَارِكْ وَ سَلِّمْ.
9. beristighfarlah tujuh kali untukmu, untuk kedua ibu-bapakmu dan untuk kaum mukminin dan mukminat:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى ذُنُوْبِي وَ لِوَالِدَيَّ وَ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيْرًا وَ لِجَمِيْعِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَ الْمُؤْمِنَاتِ وَ الْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَ الْأَمْوَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
10. baca doa ini tujuh kali:
اَللَّهُمَّ افْعَلْ بِى وَ بِهِمْ عَاجِلاً وَ آجِلاً فِى الدِّيْنِ وَ الدُّنْيَا وَ الْآخِرَةِ مَا أَنْتَ لَهُ أَهْلٌ وَ لاَ تَفْعَلْ بِنَا يَا مَوْلاَنَا مَا نَحْنُ لَهُ أَهْلٌ إِنَّكَ غَفُوْرٌ حَلِيْمٌ جَوَّادٌ كَرِيْمٌ رَءُوْفٌ رَحِيْمٌ.
“Ya Allah, perbuatlah untukku dan untuk mereka segera dan lambat pada urusan agama, dunia dan akhirat apa-apa yang baik menurut-Mu. Dan janganlah Engkau perbuat terhadap kami wahai Maulana apa-apa yang baik hanya menurut kami. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, Maha Penyayang, Maha Bagus, Maha Mulia, Maha Belas Kasihan, dan Maha Pengasih”.
Kata Khidhir, “Berhati-hatilah jangan sampai engkau tidak berdoa dengan amalan yang sedemikian pada waktu pagi dan petang”.
Kata Ibrahim at-Taimiy, “Saya ingin engkau beritahu aku siapa yang memberikan kepadamu hadiah yang sangat agung ini”.
Jawab Khidhir, “Saya diberi oleh Nabi Muhammad s.a.w.”.
Lalu kata Ibrahim at-Taimiy, “Beritahu saya pahala dari amalan sedemikian!
Jawab Khidhir a.s., “Kalau kamu bertemu dengan Nabi Muhammad s.a.w. tanyakanlah kepada beliau pahalanya! Karena beliau akan memberitahumu yang sedemikian”.
Ibrahim at-Taimiy menyebutkan bahwa pada suatu hari ia bermimpi dalam tidurnya, seolah-olah malaikat datang kepadanya, kemudian membawanya sampai mereka memasukkannya ke dalam surga. Maka ia melihat apa yang dalam surga dan ia menyebutkan sifat berbagai hal agung yang dilihatnya dalam surga”.
Kata Ibrahim at-Taimiy, “Maka aku tanya malaikat, lalu aku katakan: Untuk siapakah ini?
Jawab para malaikat, “Untuk orang yang beramal seperti apa yang engkau amalkan”.
Kata Ibrahim at-Taimiy, “Bahwa dia memakan buah-buahan surga dan para malaikat menuangkan air untuknya”.
Kata Ibrahim at-Taimiy, “Maka datanglah kepadaku Nabi s.a.w. dan bersama beliau tujuh puluh nabi dan tujuh puluh baris malaikat, yang setiap barisnya sepanjang antara timur dengan barat”.
“Nabi s.a.w. mengucapkan salam kepadaku dan memegang tangan-ku”.
“Aku katakan: “Wahai Rasulullah, al-Khidhir memberitahuku bahwa dia mendengar darimu hadis ini”.
Sabda Nabi s.a.w., “Benar al-Khidhir, benar al-Khidhir dan semua yang ia sampaikan. Al-Khidhir benar dan ia orang alim penduduk bumi. Dan ia kepala para wali abdal. Dan ia salah satu tentara Allah s.w.t. di bumi”.
Aku katakan, “Wahai Rasulullah, orang yang mengamalkan seperti yang aku amalkan ini, tetapi ia tidak melihat seperti yang telah aku lihat dalam mimpiku ini, apakah dia akan diberi seperti apa yang diberikan kepadaku?
Jawab Nabi s.a.w., “Demi Tuhan yang telah membangkitkanku dengan benar sebagai nabi. Orang yang mengamalkannya akan diberikan oleh Allah seperti yang engkau terima, walaupun ia tidak melihatku dan tidak melihat surga. Diampuni seluruh dosa besar yang ia lakukan. Allah mengangkat daripanya marah-Nya dan siksa-Nya, dan menyuruh malaikat yang di sebelah kirinya agar tidak mencatat kesalahan-kesalahannya hingga satu tahun. Demi Tuhan yang membangkitkanku dengan benar sebagai nabi. Ini tidak akan diamalkan kecuali oleh orang yang telah Allah ciptakan sebagai orang yang bahagia. Dan tidak akan ditinggalkan amalan ini kecuali oleh orang yang telah Allah ciptakan sebagai orang yang celaka”.
Ibrahim at-Taimiy r.a. berdiam selama empat bulan, tidak makan dan tidak minum. Mudah-mudahan hal sedemikian karena mimpinya ini.[26]
Demikian wirid pagi dan petang yang diajarkan oleh al-Khidhir a.s. Enam macam daripadanya terdiri atas ayat-ayat al-Quran yaitu surat al-Faatihah, an-Naas, al-Falaq, al-Ikhlas, al-Kaafiruun, dan ayat kursi.
Bacaan al-Quran yang disertai dengan tadabbur (menghayati maknanya) merupakan wirid yang memiliki keutamaan tersendiri. Sebab, wirid yang sedemikian mengandung zikir, fikir dan doa.
4.5 Sesudah shalat fardu
Sesudah mendirikan shalat fardu termasuk waktu yang sangat utama untuk berzikir kepada Allah s.w.t.. Dan Rasulullah s.a.w. selalu berzikir setiap selesai mendirikan shalat fardu.
Imam al-Bukhari meriwayatkan dalam kitab Shahiih-nya hadis yang berasal daripada Abu Ma`bad mawla Ibni Abbas, bahwa Ibnu Abbas r.a. memberitahunya: ‘Bahwasanya berzikir dengan mengangkat (menjaharkan) suara, sesudah jamaah selesai salat fardhu terjadi pada masa Rasulullah s.a.w.. Dan Ibnu Abbas r.a. berkata: “Aku mengetahui adanya zikir dengan menguatkan suara apabila jamaah selesai salat fardhu, apabila aku telah mendengarnya.”[27] Dan Kata Ibnu Abbas r.a.: “Aku mengetahui selesainya salat Nabi s.a.w. dengan terdengarnya takbir.”[28]
Menurut Ibnu Hajar al-`Asqallani, hadis ini dan hadis semisalnya menjadi dasar bagi Imam al-Bukhari mengatakan bolehnya berzikir dengan suara kuat sesudah selesai salat; satu pendapat yang berbeda dengan orang yang melarang menguatkannya. Imam Muslim dan jumhur ulama juga sependapat dengan Imam al-Bukhari. Dan ini dalil bolehnya menjaharkan zikir sesudah salat. Ath-Thabari mengemukakan: “Pada hadis ini terdapat penjelasan tentang sahnya kebiasaan yang dilakukan oleh para umara yaitu bertakbir sesudah salat.”[29]
Dasar ulama yang melarang
Sebagian ulama melarang menguatkan suara dalam berzikir dan berdoa, baik sesudah salat maupun pada kesempatan lainnya. Mereka beralasan dengan al-Quran dan Sunnah. Diantaranya surat al-A`raaf [7] ayat 205 Allah s.w.t. berfirman:
وَ اذْكُرْ رَبَّكَ فِى نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَ خِيْفَةً وَ دُوْنَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالغُدُوِّ وَ اْلآصَالِ وَ لاَ تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِيْنَ.
Artinya:
Dan sebutlah (nama) Tuhan-mu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut serta tidak mengeraskan suaramu di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.
Mereka juga beralasan dengan firman Allah s.w.t. “Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al-Asmaul Husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu dan janganlah pula merendahkannya,[30] dan carilah jalan tengah di antara kedua itu.”[31]
Sedangkan Sunnah yang menjadi dasar pendapat golongan ini hadis yang diriwayatkan oleh Abu Musa al-Asy`ari. Abu Musa r.a., “Kami bersama Nabi s.a.w. pada satu perjalanan, maka orang-orang menguatkan takbirnya ketika mendaki bukit”. Kata Abu Musa, seseorang setiap mendaki bukit, ia memanggil:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ اللهُ أَكْبَرُ
Kata Abu Musa, maka Nabi s.a.w. bersabda, “Wahai manusia, cukupkanlah di dalam jiwamu, sesungguhnya kamu tidak berdoa kepada yang tuli dan tidak yang gaib, akan tetapi kamu berdoa kepada Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat, dan Dia bersama kamu.” Kemudian beliau datang kepada saya ketika saya sedang membaca dalam hatiku kalimat: لاَ حَوْلَ وَ لاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ [Tiada daya dan tiada kekuatan kecuali dengan Allah], maka beliau bersabda, “Wahai Abdullah bin Qais, katakanlah: لاَ حَوْلَ وَ لاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ Sesungguhnya itu adalah salah satu dari harta surga.” [32]
Dengan berpedoman pada ayat al-Quran dan hadis ini sebagian ulama berpendapat tidak dibolehkan berzikir dan berdoa dengan suara kuat, baik sesudah salat fardu maupun pada waktu lainnya.
Bantahan dari ulama yang membolehkan
Pendapat ulama yang melarang menguatkan zikir sesudah salat dibantah oleh Imam al-Bukhari, Imam Muslim dan jumhur ulama sebagaimana dikemukakan oleh Ibnu Hajar al-`Asqallani dalam Fath al-Baariy bi Syarh Shahiih al-Bukhaariy. Imam Syafii juga menolak pendapat ulama tersebut.
Firman Allah s.w.t. dalam surat al-A`raaf [7] ayat 205 membicarakan zikir pada waktu pagi dan petang, yaitu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya. Dan konteks pembicaraannya adalah tentang zikir qalbi [zikir dalam hati], yang meskipun diucapkan dengan lidah akan tetapi tidak sampai jahar [kuat], tetapi cukup dengan pelan. Makna nafi [tidak] yang ditunjukkan oleh ayat: دُوْنَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ [tidak mengeraskan suaramu], bukan menunjukkan haramnya menjaharkan suara dalam berzikir. Sebab Nabi s.a.w. melakukannya, yaitu berzikir dengan suara kuat sesudah selesai salat fardhu sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abbas r.a.. Sedangkan hadis yang berasal dari Abu Musa al-Asy`ari r.a. menceritakan kisah sejumlah sahabat dalam satu perjalanan bersama Rasulullah s.a.w.. Setiap mendaki jalan tanjakan mereka membaca kalimat لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ اللهُ أَكْبَرُ dengan suara kuat dan menjerit-jerit. Karena itu Rasulullah s.a.w. membimbing mereka agar tidak menjerit-jerit, akan tetapi cukup berzikir dalam hati [zikir khafi]. Nabi s.a.w. bersabda: “Wahai manusia, cukupkanlah di dalam jiwamu, sesungguhnya kamu tidak berdoa kepada yang tuli dan tidak yang gaib, akan tetapi kamu berdoa kepada Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat, dan Dia bersama kamu.”
Berkenaan dengan zikir sesudah salat, Imam Syafii menulis dalam al-‘Umm, “Bagus bagi imam maupun makmum berzikir sesudah salat dengan zikir yang aku sebutkan [berdasarkan Sunnah], baik dengan jahar maupun sirr [pelan]. Saya sarankan imam dan makmum berzikir kepada Allah sesudah selesai salat dengan zikir yang pelan, kecuali imam yang bermaksud mengajar jamaah. Imam ini menjaharkan zikirnya sampai ia ketahui bahwa seluruh jamaah telah mengetahui (menghapal) zikir. Dasar bolehnya imam menjaharkan zikirnya karena Nabi s.a.w. melakukan hal demikian sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dan Ibnu Zubair r.a..[33] Sesudah makmum menghapal zikir, maka imam berzikir dengan pelan (sirr). Sebab Allah `Azza wa Jalla berfirman: “Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al-Asmaul Husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu dan janganlah pula merendahkannya,[34] dan carilah jalan tengah di antara kedua itu.”[35] Ayat ini menurut Syafii, menyatakan bahwa Allah s.w.t. mengetahui doa. Karena itu janganlah Anda kuatkan suaramu, tetapi jangan pula Anda perlahankan sampai engkau pun tak dapat mendengarnya.”[36]
Imam Baihaqi dan sejumlah ulama lainnya berpegang pada memelankan bacaan dengan berdalilkan hadis shahiihayn yang menyatakan bahwa Rasulullah s.a.w. memerintahkan kepada sahabat agar meninggalkan apa yang mereka lakukan, yaitu mengeraskan suara dalam membaca takbir dan tahlil. Untuk itu Nabi s.a.w. bersabda:
إِنَّكُمْ لاَ تَدْعُوْنَ اَصَمٌّ وَ لاَ غَائِبًا, إِنَّمَا تَدْعُوْنَ سَمِيْعًا قَرِيْبًا.
Artinya:
Sesungguhnya kamu tidak berdoa kepada yang tuli dan tidak pula kepada yang tak hadir. Sesungguhnya kamu berdoa kepada Tuhan yang Maha Mendengar lagi Mahadekat.
Menurut penulis, teguran yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim ini disampaikan Rasulullah s.a.w. karena adanya sejumlah sahabat yang memekik-mekik ketika berzikir dalam satu perjalanan mereka dengan Rasulullah s.a.w.. Dan ayat 110 surat al-Israa’ tidak melarang menguatkan suara dalam berzikir dan berdoa. Ayat ini justeru membimbing imam agar mengangkat suaranya sehingga dapat didengarkan oleh makmum. Sebab, pada akhir ayat Allah s.w.t. berfirman, Dan carilah jalan tengah di antara kedua itu [antara kuat dan perlahan]. Karena itu, disunatkan bagi imam memperdengarkan bacaannya kepada seluruh makmum, dengan suara yang sedang dan lirih. Sebab bacaan sedemikian lebih menyentuh hati dan membantu untuk lebih khusyu`, dan dapat memberi pelajaran kepada makmum. Dan ini sesuai dengan bacaan zikir Rasulullah s.a.w. yang dapat didengar dengan jelas oleh seluruh jamaah, bahkan didengar oleh kanak-kanak yang berada di shaf belakang, sebagaimana diriwayatkan oleh dua sahabat yang pada masa hidup Nabi s.a.w. masih usia anak-anak yaitu Abdullah bin Abbas dan Abdullah bin Zubair r.a..[37]
Berkenaan dengan duduk makmum untuk berzikir, Imam Syafii menulis, “Dibolehkan bagi makmum meninggalkan tempat salat apabila imam sudah mengucapkan salam sebelum berdirinya imam. Namun lebih aku sukai kalau makmum berdiri sesudah imam meninggalkan tempat salatnya atau bersamaan dengannya. Dan disunatkan bagi orang yang salat sendirian dan bagi makmum memanjangkan zikir sesudah salat, dan memperbanyak doa karena diharapkan dikabulkan sesudah salat fardhu.”[38]
Disunatkan bagi imam menghadapkan wajahnya kepada jamaah pada waktu berzikir. Samurah bin Jundub r.a. berkata: “Apabila Nabi s.a.w. selesai salat beliau menghadapkan wajahnya kepada kami.”[39]
Imam an-Nawawi menulis dalam kitab al-Majmuu` Syarh al-Muhadzdzab: “Disunatkan berzikir dan berdoa bagi imam sesudah setiap salat fardhu. Dan disunatkan bagi imam menghadap kepada jamaah dengan menjadikan sisi kanannya ke arah jamaah pada waktu berzikir dan berdoa. Dan menghadap ke jamaah, menurut an-Nawawi dan al-Baghwi, posisi duduk yang paling afdhal (utama). Dasar mereka selain dari hadis di atas, juga hadis riwayat Muslim yang berasal dari al-Barra’ bin `Azib r.a., ia berkata: “Apabila kami salat di belakang Nabi s.a.w., kami suka berada di sebelah kanannya, beliau menghadapkan wajahnya kepada kami, maka aku mendengar beliau membaca dalam doanya: رَبِّ قِنِى عَذَابَكَ يَوْمَ تَبْعَثُ أَوْ تَجْمَعُ عِبَادَكَ.
Artinya:
Tuhan-ku, peliharalah aku dari siksa-Mu pada hari Engkau bangkitkan (atau Engkau kumpulkan) hamba-hamba-Mu.[40]
Dan Imam al-Harmain Rahimahullah mengomentari hadis ini, “Sekiranya tidak ada hadis sahih yang membicarakan hal ini, maka akan aku katakan boleh memilih menghadap ke mana saja dalam berzikir dan berdoa).”[41]
Dan Imam al-Ghazali menulis dalam Ihyaa’ `Uluum al-Diin saru riwayat tentang Zubair dan Thalhah r.a., bahwa pada satu ketika di satu tempat mereka salat sebagai makmum. Sang imam tidak menghadapkan wajahnya kepada jamaah ketika berzikir dan berdoa; dan para jamaahnya sudah berpaling dari tempatnya masing-masing sebelum imam meninggalkan tempatnya. Karena itu sesudah mereka berdua mengucapkan salam, mereka berkata kepada imam: “Alangkah bagusnya dan sempurnanya salatmu kecuali satu hal, yaitu bahwa sesudah mengucapkan salam, engkau tidak menghadapkan wajahmu kepada jamaah.” Kemudian mereka berkata kepada jamaah: “Alangkah bagusnya salat kamu, namun kurangnya karena kamu berpaling meninggalkan tempat salat sebelum imammu meninggalkan tempatnya.”[42]
Dianjurkan memilih zikir tertentu untuk diwiridkan sebagai amalan tetap setiap selesai shalat fardu. Kesinambungan wirid sangat diutamakan. Amalan pendek yang diwiridkan berkesinambungan setiap selesai shalat fardu lebih utama daripada wirid panjang tetapi hanya dilakukan sekali-sekali. Rasulullah s.a.w. bersabda, “Amalan yang paling dicintai Allah adalah yang dilakukan dengan rutin, meskipun hanya sedikit.”[43]
Wirid paling utama adalah amalan yang berasal dari sunnah Rasulullah Muhammad s.a.w.. Di bawah ini kami sebutkan amalan (zikir) yang diwiridkan oleh Nabi s.a.w. sesudah shalat.
· Kalimat istigfar, tawhid, tasbih, tahmid dan tahlil:
أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ الَّذِى لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ وَ أَتُوْبُ إِلَيْهِ.[44] لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَ لَهُ الْحَمْدُ يُحْيِى وَ يُمِيْتُ وَ هُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ.[45] اَللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَ لاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَ لاَ رَآدَّ لِمَا قَضَيْتَ وَ لاَ يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ.[46] اَللَّهُمَّ أَجِرْنِى مِنَ النَّارِ.[47]
Artinya:
Aku mohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung, tiada Tuhan kecuali Dia Yang Maha Hidup lagi Maha Berdiri sendiri, dan aku bertaubat kepada-Nya (baca 3 kali). Tiada Tuhan selain Allah, Sendiri-Nya, tiada sekutu bagi-Nya, Milik-Nya segala kerajaan dan segala pujian, yang menghidupkan dan mematikan dan Dia Maha kuasa atas segala sesuatu (baca 3 kali atau 10 kali). Ya Allah, tidak ada yang dapat mencegah apa yang Engkau berikan, tidak ada yang dapat memberi terhadap apa yang Engkau cegah, dan tidak ada yang dapat menolak apa yang telah Engkau tetapkan, dan tidak ada yang dapat memberi manfaat kepada Tuhan Pemilik kemuliaan, hanya dari-Mu sumber kemuliaan [baca 1 kali]. Ya Allah, bebaskanlah aku dari siksa neraka (baca 7 kali).
Kalimat tahlil dan thayyibah di atas dapat diganti dengan yang diriwayatkan oleh Imam Syafii Rahimahullah. Asy-Syafii meriwayatkan dari Abdullah bin Zubair r.a., Bahwa Apabila Rasulullah s.a.w. sudah mengucapkan salam dari salatnya, beliau membaca dengan suaranya yang tinggi:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَ لَهُ الْحَمْدُ وَ هُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ, وَ لاَ حَوْلَ وَ لاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ وَ لاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ, لَهُ النِّعْمَةُ وَ لَهُ الْفَضْلُ وَ لَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ. لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَ لَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ.[48]
Artinya:
Tiada Tuhan selain Allah, Sendiri-Nya, tiada sekutu bagi-Nya, Milik-Nya segala kerajaan dan segala pujian, dan Dia Maha kuasa atas segala sesuatu, dan tiada daya dan tiada upaya kecuali dengan Allah. Dan kami tidak menyembah kecuali kepada-Nya. Milik-Nya segala nikmat dan karunia dan hanya untuknya sanjungan yang baik. Tiada Tuhan selain Allah, ikhlas untuk-Nya lagi untuk meninggikan agama walaupun orang-orang merasa benci.
اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْكُفْرِ وَ الْفَقْرِ وَ عَذَابِ الْقَبْرِ.[49]
Artinya:
Ya Allah, aku berlindung dengan-Mu daripada kufur, fakir, dan siksa kubur.
اَللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ وَ مِنْكَ السَّلاَمُ وَ إِلَيْكَ يَعُوْدُ السَّلاَمُ فَحَيِّنَا رَبَّنَا بِالسَّلاَمِ وَ أَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ دَارَ السَّلاَمِ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَ تَعَالَيْتَ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَ اْلإِكْرَامِ.[50]
Artinya:
Ya Allah, Engkau Maha Selamat, dan hanya dari-Mu sumber keselamatan, dan hanya kepada-Mu kembali keselamatan, maka hidupkanlah kami wahai Tuhan kami dengan selamat, dan masukkanlah kami kedalam surga Negeri Keselamatan, Mahasuci Engkau wahai Tuhan kami dan Mahatinggi Engkau wahai Pemilik keagungan dan kemuliaan.
· Ta`awwudz dan surat al-Fatihah
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. اَلرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ. إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَ إِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ. اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ. صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَ لاَ الضَّآلِّيْنَ.
Artinya:
Aku berlindung dengan Allah dari setan yang terkutuk. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Penguasa hari pembalasan. Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami mohon pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus. (Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan jalan orang-orang yang dimurkai; dan bukan (pula jalan) orang-orang yang sesat.
· Surat al-Baqarah [2] ayat 163
وَ إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيْمُ.
Artinya:
Dan Tuhan-mu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Tiada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
· Surat al-Baqarah [2] ayat 255 (ayat kursi)
اَللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ لاَ تَأْخُذُهُ, سِنَةٌ وَ لاَ نَوْمٌ لَهُ, مَا فِى السَّمَاوَاتِ وَ مَا فِى الْأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِى يَشْفَعُ عِنْدَهُ, إِلاَّ بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيْهِمْ وَ مَا خَلْفَهُمْ وَ لاَ يُحِيْطُوْنَ بِشَيْئٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَآءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَ الْأَرْضَ وَ لاَ يَئُوْدُهُ, حِفْظُهُمَا وَ هُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيْمُ.
Artinya:
Allah, tiada Tuhan melainkan Dia, Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa`at disisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang dihadapan mereka dan dibelakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.
· ٍSurat al-Baqarah [2] ayat 285-286
ءَامَنَ الرَّسُوْلُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَّبِّهِ وَ الْمُؤْمِنُوْنَ ، كُلٌّ ءَامَنَ بِاللهِ وَ مَلاَئِكَتِهِ وَ كُتُبِهِ وَ رُسُلِهِ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّنْ رُسُلِهِ وَ قَالُوْا سَمِعْنَا وَ أَطَعْنَا ، غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَ إِلَيْكَ الْمَصِيْرُ. لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا ، لَهَا مَا كَسَبَتْ وَ عَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ ، رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَّسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا ، رَبَّنَا وَ لاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ, عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا ، رَبَّنَا وَ لاَ تُحَمِّلْنَا مَا لاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ ، وَ اعْفُ عَنَّا وَ اغْفِرْلَنَا وَ ارْحَمِنَا ، أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
Artinya:
Rasul telah beriman kepada al-Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhan-nya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya”, dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan kami ta`at”. (Mereka berdo`a): “Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkau-lah tempat kembali”.
· Surat Ali `Imran [3] ayat 18-19
شَهِدَ اللهُ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ وَ الْمَلاَئِكَةُ وَ أُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ. إِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللهِ الإِسْلاَمُ.
Artinya:
Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam.
· Surat Ali `Imran [3] ayat 26-27
قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِى الْمُلْكَ مَنْ تَشَآءُ وَ تَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَآءُ وَ تُعِزُّ مَنْ تَشَآءُ وَ تُذِلُّ مَنْ تَشَآءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْئِ قَدِيْرٌ. تُوْلِجُ اللَّيْلَ فِى النَّهَارِ وَ تُوْلِجُ النَّهَارَ فِى اللَّيْلِ وَ تُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَ تُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَ تَرْزُقُ مَنْ تَشَآءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ.
Artinya:
Katakanlah: “Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkau-lah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam kedalam siang dan Engkau masukkan siang kedalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rezeki kepada siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas).”
· Surat al-Ikhlas (112) ayat 1-4
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ. اَللهُ الصَّمَدُ. لَمْ يَلِدْ وَ لَمْ يُوْلَدْ. وَ لَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ.[51]
Artinya:
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Katakanlah: “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan. Dan tiada seorang pun yang setara dengan-Nya.”
· Surat al-Falaq (113) ayat 1-5
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ. مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ. وَ مِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ. وَ مِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِى الْعُقَدِ. وَ مِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ.[52]
Artinya:
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki.”
· Surat an-Naas (114) ayat 1-6
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ. مَلِكِ النَّاسِ. إِلَهِ النَّاسِ. مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ. اَلَّذِى يُوَسْوِسُ فِى صُدُوْرِ النَّاسِ. مِنَ الْجِنَّةِ وَ النَّاسِ.[53]
Artinya:
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi. Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia. Dari (golongan) jin dan manusia.
· Tasbih, tahmid dan takbir
اَللَّهُمَّ أَعِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ وَ شُكْرِكَ وَ حُسْنِ عِبَادَتِكَ.[54] إِلَهِي يَا رَبِّي أَنْتَ مَوْلاَيَ
سُبْحَانَ اللهِ (33 كالى). سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ وَ بِحَمْدِهِ دَائِمًا قَائِمًا آبَدًا اَلْحَمْدُ ِللهِ.
اَلْحَمْدُ ِللهِ (33 كالى). اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ عَلَى كُلِّ حَالٍ وَ فِى كُلِّ حَالٍ وَ نِعْمَةٍ اَللهُ أَكْبَرُ.
اَللهُ أَكْبَرُ (34 كالى). اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَ الْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا وَ سًبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَ أَصِيْلاً. لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَ لَهُ الْحَمْدُ يُحْيِى وَ يُمِيْتُ وَ هُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ. وَ لاَ حَوْلَ وَ لاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ.[55]
Artinya:
Ya Allah, tolonglah aku agar aku dapat selalu berzikir (ingat) kepada-Mu, bersyukur kepada-Mu dan menyembah-Mu dengan cara yang baik.
- Baca سُبْحَانَ اللهِ 33 kali. Maha suci Allah Yang Maha Agung dan selamanya Maha Terpuji.
- Baca اَلْحَمْدُ ِللهِ 33 kali. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam dalam segala keadaan dan nikmat.
- Baca اَللهُ أَكْبَرُ 34 kali. Allah Maha Besar dan pujian yang sebanyak-banyaknya hanya bagi Allah. Maha Suci Allah baik waktu pagi maupun petang. Tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, dan tiada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya kerajaan dan pujian, Dia yang menghidupkan dan mematikan dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.
أَفْضَلُ الذِّكْرِ : لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ.
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ (100 كالى).
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ. كَلِمَةُ حَقٍّ عَلَيْهَا نَحْيَى وَ عَلَيْهَا نَمُوْتُ وَ بِهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ اْلآمِنِيْنَ.
Zikir yang paling utama adalah kalimat: لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ
Baca kalimat: لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ (100 kali).[56] Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, suatu kalimat yang benar, atas kalimat tersebut kita hidup dan mati, dan insya Allah dengan kalimat itu pula kita akan dibangkitkan. Perkenankan ya Allah.
Wirid Lain Sesudah Shalat
Imam Muhammad bin Muhammad al-Ghazali di dalam kitabnya, Ihyaa `Uluum al-Diin menyebutkan sepuluh kalimat wirid berasal dari Sunnah Nabi s.a.w. yang dapat diwiridkan sesudah shalat fardu.
Sepuluh kalimat dimaksud adalah sebagai berikut:
Pertama,
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَ لَهُ الْحَمْدُ يُحْيِى وَ يُمِيْتُ وَ هُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ.[57]
Tiada Tuhan selain Allah, Sendiri-Nya, tiada sekutu bagi-Nya, Milik-Nya segala kerajaan dan segala pujian, yang menghidupkan dan mematikan dan Dia Maha kuasa atas segala sesuatu.
Kedua,
سُبْحَانَ اللهِ وَ الْحَمْدُ للهِ وَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ اللهُ أَكْبَرُ وَ لاَ حَوْلَ وَ لاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ.[58]
Maha Suci Allah, dan segala puji hanya bagi Allah, dan tiada Tuhan selain Allah, dan Allah Maha Besar, dan tiada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.
Ketiga,
سُبُّوْحٌ قَدُّوْسٌ رَبُّ الْمَلاَئِكَةِ وَ الرُّوْحِ.[59]
Maha Suci lagi Maha Quddus Tuhan malaikat dan ar-Ruh (Jibril).
Keempat,
سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ وَ بِحَمْدِهِ.[60]
Maha Suci Allah Yang Maha Agung dan dengan Keterpujian-Nya
Kelima,
أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ الَّذِى لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ وَ أَسْأَلُهُ التَّوْبَةَ.[61]
Aku mohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung,yang tiada Tuhan kecuali Dia Yang Maha Hidup lagi Maha Berdiri sendiri, dan aku mohon taubat kepada-Nya.
Keenam,
اَللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَ لاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَ لاَ يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ.[62]
Ya Allah, tidak ada yang dapat mencegah apa yang Engkau berikan, tidak ada yang dapat memberi terhadap apa yang Engkau cegah, dan tidak ada siapa pun yang dapat memberi manfaat kepada Tuhan Pemilik kemuliaan, hanya dari-Mu sumber kemuliaan.
Ketujuh,
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ الْمُبِيْنُ.[63]
Tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Raja, Yang Maha Benar, dan Yang Maha Menjelaskan
Kedelapan,
بِسْمِ اللهِ الَّذِي لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْئٌ فِي اْلأَرْضِ وَ لاَ فِي السَّمَاءِ وَ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ.[64]
Dengan nama Allah, yang tidak ada dapat memudaratkan bersama nama-Nya suatu apapun di bumi dan tidak pula di langit, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Kesembilan,
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَ نَبِيِّكَ وَ رَسُوْلِكَ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ وَ بَارِكْ وَ سَلِّمْ.[65]
Ya Allah, berilah shalawat dan salam untuk Muhammad, hamba-Mu dan nabi-Mu dan rasul-Mu, Nabi yang Ummi, dan untuk keluarga dan sahabatnya.
Kesepuluh,
أَعُوْذُ بِاللهِ السَّمِيْعِ الْعَلِيْمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. رَبِّ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِيْنِ وَ أَعُوْذُ بِكَ رَبِّ أَنْ يَحْضُرُوْنِ.[66]
Aku berlindung dengan Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk. Tuhan-ku, aku berlindung dengan-Mu dari tipudaya setan dan aku berlindung dengan-Mu wahai Tuhan-ku dari didatangi oleh mereka.
Menurut Imam al-Ghazali, sepuluh kalimat tersebut di atas sangat utama kalau dijadikan wirid sesudah shalat fardu. Kita dapat membacanya dalam jumlah banyak (100 kali atau 70 kali), dalam jumlah kecil (3 kali atau 7 kali), atau dalam jumlah sedang (10 kali).
Membacanya dalam jumlah sedang secara berkesinambungan setiap selesai shalat fardu lebih utama, daripada membaca dalam jumlah besar tetapi tidak diwiridkan berterusan.
Setiap dibaca satu kalimat akan dibalas dengan pahala bacaan sepuluh kalimat. Jika Anda wiridkan sepuluh kali setiap sesudah shalat fardu berarti Anda sama dengan membaca seratus kalimat wirid.
Menurut al-Ghazali, ini lebih utama daripada memilih satu kalimat untuk diwiridkan seratus kali. Sebab masing-masing dari sepuluh kalimat tersebut memiliki keutamaannya sendiri.[67]
Wirid Ayat-Ayat Al-Quran Sesudah Shalat Fardhu
Adapun ayat-ayat al-Quran yang dijadikan wirid sesudah shalat, menurut al-Ghazali sebaiknya memilih ayat-ayat yang keutamannya telah disebutkan oleh hadis Nabi SAW. Al-Ghazali menyebutkan ayat-ayat dimaksud sebagai berikut:
Pertama, surat al-Faatihah.[68]
اَللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَ لاَ نَوْمٌ لَهُ مَا فِى السَّمَاوَاتِ وَ مَا فِى الْأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِى يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيْهِمْ وَ مَا خَلْفَهُمْ وَ لاَ يُحِيْطُوْنَ بِشَيْئٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَآءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَ الْأَرْضَ وَ لاَ يَئُوْدُهُ حِفْظُهُمَا وَ هُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيْمُ.
Allah, tiada Tuhan melainkan Dia, Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa`at disisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang dihadapan mereka dan dibelakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.
Ketiga, surat al-Baqarah [2] dua ayat terakhir (285-286):[70]
ءَامَنَ الرَّسُوْلُ بِمَا أَنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَّبِّهِ وَ الْمُؤْمِنُوْنَ ، كُلٌّ ءَامَنَ بِاللهِ وَ مَلاَئِكَتِهِ وَ كُتُبِهِ وَ رُسُلِهِ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّنْ رُسُلِهِ وَ قَالُوْا سَمِعْنَا وَ أَطَعْنَا ، غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَ إِلَيْكَ الْمَصِيْرُ. لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا ، لَهَا مَا كَسَبَتْ وَ عَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ ، رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَّسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا ، رَبَّنَا وَ لاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ, عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا ، رَبَّنَا وَ لاَ تُحَمِّلْنَا مَا لاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ ، وَ اعْفُ عَنَّا وَ اغْفِرْلَنَا وَ ارْحَمِنَا ، أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
Rasul telah beriman kepada al-Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhan-nya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya”, dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan kami ta`at”. (Mereka berdo`a): “Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkau-lah tempat kembali”.
Keempat, surat Ali `Imran [3] ayat 18-19:
شَهِدَ اللهُ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ وَ الْمَلاَئِكَةُ وَ أُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ. إِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللهِ الْإِسْلاَمُ.
Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam.
Kelima, surat Ali `Imran [3] ayat 26-27:
قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِى الْمُلْكَ مَنْ تَشَآءُ وَ تَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَآءُ وَ تُعِزُّ مَنْ تَشَآءُ وَ تُذِلُّ مَنْ تَشَآءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْئِ قَدِيْرٌ. تُوْلِجُ اللَّيْلَ فِى النَّهَارِ وَ تُوْلِجُ النَّهَارَ فِى اللَّيْلِ وَ تُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَ تُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَ تَرْزُقُ مَنْ تَشَآءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ.
Katakanlah: “Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkau-lah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam kedalam siang dan Engkau masukkan siang kedalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rezeki kepada siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas).”
Keenam, surat at-Tawbah [9]ayat 128-129:
لَقَدْ جَآءَكُمْ رَسُوْلٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيْزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيْصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَءُوفٌ رَّحِيْمٌ. فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُلْ حَسْبِيَ اللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَ هُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ.
Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagi-mu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal, dan Dia adalah Tuhan yang memiliki `Arsy yang Agung”.
Ketujuh, surat al-Fath [48] ayat 27-29:
لَقَدْ صَدَقَ اللهُ رَسُوْلَهُ الرُّؤْيَا بِالْحَقِّ لَتَدْخُلُنَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ إِنْ شَآءَ اللهُ ءَامِنِيْنَ مُحَلِّقِيْنَ رُءُوْسَكُمْ وَ مُقَصِّرِيْنَ لاَ تَخَافُوْنَ ، فَعَلِمَ مَا لَمْ تَعْلَمُوْا فَجَعَلَ مِنْ دُوْنِ ذَالِكَ فَتْحًا قَرِيْبًا. هُوَ الَّّذِي أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَ دِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَ كَفَى بِاللهِ شَهِيْدًا. مُحَمَّدٌ رَّسُوْلُ اللهِ ، وَ الَّذِيْنَ مَعَهُ أَشِدَّآءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَآءُ بَيْنَهُمْ ، تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُوْنَ فَضْلاً مِنَ اللهِ وَ رِضْوَانًا ، سِيْمَاهُمْ فِى وُجُوْهِهِمْ مِّنْ أَثَرِ السُّجُوْدِ ، ذَالِكَ مَثَلُهُمْ فِى التَّوْرَاةِ وَ مَثَلُهُمْ فِى الْإِنْجِيْلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْئَهُ فَئَازَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوْقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيْظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ ، وَعَدَ اللهُ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا وَ عَمِلُوْا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَّغْفِرَةً وَ أَجْرًا عَظِيْمًا.
Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat. Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi. Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka: kamu lihat mereka ruku` dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.
Kedelapan, surat al-Israa’ [17] ayat 111:
وَ قُلِ الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَ لَمْ يَكُنْ لَهُ, شَرِيْكٌ فِى الْمُلْكِ وَ لَمْ يَكُنْ لَهُ, وَلِيٌّ مِّنَ الذُّلِّ وَ كَبِّرْهُ تَكْبِيْرًا.
Dan katakanlah: “Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia bukan pula hina yang memerlukan penolong dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya.
Kesembilan, surat al-Hadiid [57] ayat 1-5:
سَبَّحَ ِللهِ مَا فِى السَّمَاوَاتِ وَ الْأَرْضِ وَ هُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ. لَهُ, مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَ الْأَرْضِ ، يُحْيِى وَ يُمِيْتُ وَ هُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ. هُوَ الْأَوَّلُ وَ الْآخِرُ وَ الظَّاهِرُ وَ الْبَاطِنُ وَ هُوَ بِكُلِّ شَيْئٍ عَلِيْمٌ. هُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَ الْأَرْضَ فِى سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ ، يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِى الْأَرْضِ وَ مَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَ مَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَآءِ وَ مَا يَعْرُجُ فِيْهَا ، وَ هُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ ، وَ اللهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ. لَهُ, مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَ الأَرْضِ ، وَ إِلَى اللهِ تُرْجَعُ الْأُمُوْرُ.
Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi. Dia menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zhahir dan Yang Bathin, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari; kemudian Dia bersemayam di atas `Arsy, Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia bersama kamu dimana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. Kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi. Dan kepada Allah-lah dikembalikan segala urusan.
Kesepuluh, surat al-Hasyr [59] ayat 22-24:
هُوَ اللهُ الَّذِي لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ ، عَالِمُ الْغَيْبِ وَ الشَّهَادَةِ ، هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيْمُ. هُوَ اللهُ الَّذِي لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلاَمُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيْزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ ، سُبْحَانَ اللهِ عَمَّا يُشْرِكُوْنَ. هُوَ اللهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ ، لَهُ الْأَسْمَآءُ الْحُسْنَى ، يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِى السَّمَاوَاتِ وَ الْأَرْضِ ، وَ هُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ.
Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki Segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-Nama Yang Paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Kaifiat zikir qalbi
Zikir qalbi terbagi dua, pertama zikir dengan ismu dzat; dan kedua zikir dengan nafi itsbat.
Ismu dzat ialah lafaz “ALLAH”, nama Dzaat al-Waajib al-Wujuud (Tuhan Yang Mesti Ada), tiada-Nya tidak dapat diterima oleh akal.
Allah SWT. memperkenalkan nama-Nya:
إِنَّنِي أَنَا اللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدْنِى وَ أَقِمِ الصَّلَوةَ لِذِكْرِى
“Sesungguhnya Aku adalah ALLAH, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku, dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku.”
(QS. Thaahaa [20]: 14)
قُلِ اللهُ ثُمَّ ذَرْهُمْ فِى خَوْضِهِمْ يَلْعَبُوْنَ
“Katakanlah: “Allah” (yang menurunkannya)”. Kemudian (sesudah kamu menyampaikan al-Quran kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya.” (QS. Al-An`aam [6]: 91)
Rasulullah SWT. bersabda:
لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى لاَ يَبْقَى عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ مَنْ يَقُوْلُ اَللهُ اَللهُ".
“Tidak akan terjadi hari kiamat selagi masih ada di permukaan bumi orang yang mengucap Allah, Allah.” (HR. Muslim)
Setiap amal ibadah ada adab atau kaifiat (cara) melakukannya. Demikian juga berzikir qalbi, hendaklah dilakukan menurut adab atau kaifiatnya agar sesuai dengan sunnah Nabi SAW.. Adapun adab berzikir qalbi adalah sebagai berikut:
Pertama, suci daripada najis dan hadas.
Kedua, shalat sunat mutlak dua rakaat.
Ketiga, menghadap kiblat di tempat yang sunyi. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW., “Sebaik-baik majelis ialah majelis yang menghadap kiblat.” (HR. ath-Thabrani). Dan di dalam hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa, “Ada tujuh golongan orang yang mendapat naungan Allah pada hari dimana tiada naungan selain daripada naungan-Nya. Salah satu golongan ialah orang yang berzikir kepada Allah SWT. di tempat sunyi sehingga menetes air matanya.”
Keempat, duduk tawarruk kebalikan dari duduk tawarruk shalat. Sebab, para sahabat duduk dengan duduk sedemikian ketika berada di dekat Rasulullah SAW., dan duduk yang sedemikian lebih dekat kepada tawadhu` dan lebih menkonsentrasikan indera. Apabila sudah letih maka boleh ditukar untuk sementara dengan duduk tawarruk shalat.
Kelima, beristigfar dari seluruh dosa. Yaitu, Anda bayangkan di hadapanmu secara keseluruhan keburukan-keburukanmu serta yakini bahwa Allah senantiasa melihat dan mengawasimu. Anda bebaskan pikiranmu dari segala hal yang bersifat duniawi. Kemudian bayangkan keagungan dan kekerasan Allah SWT. Dalam keadaan demikian, Anda ucapkan kalimat “Astaghfirullaah” serta perhatikan maknanya di dalam hatimu. Ucapkanlah kalimat istighfar tersebut di dalam hati sebanyak lima kali, lima belas kali, atau dua puluh lima kali. Rasulullah SAW. bersabda, “Barangsiapa yang terus beristighfar, maka Allah menjadikan jalan keluar baginya dari kesempitan hidup; memberi solusi atas setiap permasalahannya; dan memberinya rezeki daripada yang tidak disangka-sangka.” (HR. Ahmad dan al-Hakim).
Keenam, membaca surat al-Fatihah satu kali dan surat al-Ikhlas tiga kali dan dihadiahkan kepada ruh Nabi Muhammad SAW. dan arwah seluruh wali Allah SWT..
Ketujuh, memejamkan mata, melengketkan bibir dengan bibir dan lidah dengan langit-langit untuk menyempurnakan khusyu` dan menghindari gangguan pandangan.
Kedelapan, mengingat mati dengan cara Anda bayangkan bahwa Anda telah mati, Anda dimandikan, dikafani, dishalatkan, diusung ke pekuburan, diletakkan di dalam kubur, ditinggalkan oleh keluarga dan teman-temanmu. Anda tinggal sendirian dan Anda yakin bahwa tidak ada yang bermanfaat bagimu selain daripada amal saleh. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW., “Jadilah engkau di dunia seolah-olah orang asing, atau orang yang musafir, dan katakan dirimu sebagai penghuni kubur.” (HR. At-Tirmidzi).
Kesembilan, menghimpunkan seluruh indera jasad dan memutuskan kesibukan hati dari indera. Kemudian hadapkan hati dan ruhmu kepada Allah SWT., dan ucapkan di dalam hati kalimat ini tiga kali,
إِلَهِى أَنْتَ مَقْصُوْدِى وَ رِضَاكَ مَطْلُوْبِى
“Tuhan-ku, hanya Engkau yang aku maksud dan hanya ridho-Mu yang aku cari.”
Sebutkan dalam hatimu lafaz اَلله dengan khusyu`, kepala menunduk dengan memakrifatkan lafaz tersebut berjalan secara ruhani di dalam hatimu. Jangan sempat hatimu lalai daripada memperhatikan maknanya. Makna lafaz tersebut ialah ZAT tanpa perumpamaan. Jangan bayangkan bentuk dzat Allah dan jangan persamakan Dia dengan apapun. Tidak ada yang seumpama atau semisal dengan Allah SWT.. Para sufi agung berkata,
مَنْ وَصَلَ لَمْ يَصِلْ, وَ مَنْ لَمْ يَصِلْ قَدْ وَصَلَ
“Barangsiapa merasa ia telah sampai, maka ia belum sampai. Dan barangsiapa merasa ia belum sampai (dan tidak mungkin sampai), maka ia telah sampai.”
Maksudnya, kalau Anda katakan Allah seperti ini, seperti …, maka akidah Anda belum benar, dan Anda telah berbuat syirik. Tetapi jika Anda katakan bahwa Anda tidak dapat membayangkan-Nya dan Anda tidaklah mungkin membayangkan-Nya, maka akidah Anda sudah benar sesuai dengan Sunnah Rasulullah s.a.w..
Sewaktu beribadah Anda harus hadapkan ruhmu ke hadhirat Allah SWT. Makrifatkan ruh menghadap Allah SWT dan bermunajat dengan-Nya.
Ketika Rasulullah SAW bersama para sahabat beliau didatangi oleh malaikat Jibril a.s. dalam bentuk rupa manusia yang tidak dikenal. Jibril bertanya kepada Rasulullah SAW tentang iman, islam, ihsan dan hari kiamat. Ketika Jibril a.s. bertanya tentang makna ihsan, Rasulullah SAW bersabda,
أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ.[71]
“Bahwa engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Kalaupun engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”
Yang dipertanyakan oleh Jibril ialah makna ihsan dalam perspektif ibadah. Nabi SAW menjelaskan dua macam makna ihsan.
Pertama, orang yang beribadah menyaksikan al-Haq (Allah) dengan bashirah (matahati)-nya sehingga seolah-olah ia melihat-Nya dengan mata kepalanya. Inilah makna kalimat, “Ka’annaka taraahu.”
Kedua, meyakini bahwa Allah SWT mengawasinya dan melihat segala apa yang ia amalkan. Inilah makna kalimat, “Fainnahu yaraaka.”
Pada keadaan pertama, mata hati orang yang beribadah dapat menyaksikan Al-Haq.
Pada keadaan kedua, wujud keyakinan dan kesadaran sangat kuat dalam hati bahwa Allah SWT senantiasa mengawasinya.
Baik keadaan pertama maupun keadaan kedua dapat menghasilkan ma`rifatullah (pengenalan terhadap Allah) dan khasyah (rasa takut) kepada-Nya.[72]
Hakikat ihsan tersebut hanya bisa dicapai setelah meyakini dan melaksanakan makna iman dan makna Islam.
Imam at-Thabrani r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Seutama-utama iman ialah kita mengetahui bahwasanya Allah SWT menyaksikan dan mengawasi di manapun kita berada.”
Kesepuluh, orang yang berzikir menunggu dan memperhatikan sebentar sebelum membuka kedua matanya.
Apabila diperlihatkan kepada bashirah-nya hal-hal ghaib atau sesuatu yang menarik, maka hendaklah ia meneruskan zikirnya agar tidak terputus apa yang dilihat atau dialaminya.[73]
Kedudukan ruh dalam berzikir
Manusia terdiri atas ruh dan jasad. Ruh sesuatu yang misteri, tidak dapat dikaji lebih mendalam karena sedikitnya ilmu yang diberikan Allah SWT. kepada manusia. Ruh bukan materi, karena itu ia terbebas dari ruang dan waktu. Sedangkan jasad yang berasal dari saripati tanah bersifat materi. Karena itu jasad tidak mungkin terbebas daripada ruang dan waktu.
Al-Quran menjelaskan kedudukan ruh manusia sebagai berikut, “Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air hina (air mani). Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya ruh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.” (QS. As-Sajdah [32]: 7-9).
Dan Rasulullah SAW. menjelaskan bahwa, “Setelah 120 hari nutfah tumbuh dan berkembang di dalam rahim (mulai dari nutfah, kemudian menjadi `alaqah, kemudian mudghah sampai jadi janin), maka Allah SWT. mengutus malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya sehingga janin menjadi makhluk hidup. Dan malaikat tersebut juga diperintahkan dengan empat hal: mencatat rezekinya, ajalnya, amalnya, dan (nasibnya) sengsara atau bahagia.”[74]
Apa yang dikemukakan dalam hadis ini sesuai dengan penjelasan al-Quran, “Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.” (QS. Al-Mu’minuun [23: 14).
Dengan ditiupkannya ruh, maka janin manusia menjadi makhluk mulia. “Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.” (QS. Al-Hijr [15]: 29).
Malaikat diperintahkan untuk bersujud kepada Nabi Adam a.s. setelah ditiupkan ruh ke dalam jasadnya.
Demikian juga anak cucu Adam akan memperoleh kemuliaan selagi ruhnya yang suci tidak dikotori oleh dosa-dosa.
Hakikat dari manusia adalah ruhnya. Hanya ruh manusia yang dapat menghadap Allah SWT dan mendekat kepada-Nya.
Ketika berzikir, sirr qalbi (rahasia hati) harus memakrifatkan bahwa ruhnya berzikir dan menghadap ke hadhirat Allah SWT.
Demikian juga ketika bertasbih, bertahmid, bertakbir, beristighfar, berdoa, shalat, dan sewaktu melakukan ibadah lainnya.
Al-Quran menjelaskan, “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf [50] : 16-18).
Perhatikanlah ayat ini, “Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya,”. Yang dimaksud di sini ialah hakikat diri manusia, yaitu “ruh”-nya.
Karena Allah terbebas dari ruang dan waktu, maka unsur yang dapat dekat dengan-Nya hanya “ruh” saja. Sebab ruh juga terbebas dari ruang dan waktu.
Demikian juga malaikat hafazah yang berada di sebelah kanan dan kiri manusia. Keduanya amat dekat dengan ruh dan rahasia hati manusia sehingga dapat mencatat setiap apa saja yang dilakukannya.
Para rasul Allah dan wali Allah memiliki hati yang suci karena mereka banyak melakukan amal ibadah, bertaubat dan senantiasa berzikir.
Mata hati mereka dapat melihat dari jarak jauh dan doa mereka serta-merta dikabulkan. Karena itu, ketika Ali bin Abu Thalib ditanya berapa jarak antara bumi dengan `Arsy Allah, beliau menjawabnya, “Sejarak doa.” Artinya, tidak ada jarak antara ruh suci dengan `Arsy, karena keduanya terbebas daripada ruang dan waktu.
Ketika hati seorang wali Allah memohon, maka ketika itu juga dikabulkan Allah SWT. Al-Quran menggambarkan, apabila “Kun” (Jadilah!) kata Allah, maka serta-merta jadi (Fayakuun).
Ketika Ratu Balqis hampir sampai ke Singgasana Nabi Sulaiman a.s., maka Nabi Sulaiman a.s. bertanya kepada pembesar-pembesarnya, “Hai pembesar-pembesar, siapakah di antara kamu sekalian yang sanggup membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri. Berkata `Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin: “Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgasana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya”. Berkata seorang yang mempunyai ilmu dari al-Kitab (Taurat dan Zabur), “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip”. Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: “Ini termasuk kurnia Tuhan-ku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya).”[75]
Pembesar yang mendatangkan singgasana Ratu Balqis sebelum berkedip mata Nabi Sulaiman a.s. adalah Ashif bin Barkhiya, sekretaris Nabi Sulaiman a.s.
Ashif r.a. adalah seorang siddiq (amat jujur) dan alim dengan nama Allah (ismu dzat), yang apabila dipanggil akan dijawabnya, dan apabila diminta sesuatu akan diberinya.
Ashif berkata kepada Nabi Sulaiman a.s., “Buka matamu,”, maka Sulaiman membuka kedua matanya dan melihat ke sebelah kanan.
Ashif berdoa dalam hati, maka Allah SWT mengutus malaikat mengangkat singgasana Ratu Balqis dan seketika itu juga sampai di hadapan Sulaiman, padahal jarak antara negeri Saba’ (kerajaan Ratu Balqis) dengan Istana Nabi Sulaiman a.s. sejauh perjalanan dua bulan.
Hal sedemikian dapat terjadi karena yang memohon adalah hati dan ruh yang suci, tempat memohon adalah Allah SWT., dan yang disuruh mengangkatnya adalah malaikat, dimana ketiganya bebas daripada ruang dan waktu.
Ketika hati Ashif memohon kepada Allah SWT., maka serta-merta terkabul.
Untuk mengabulkan permintaan wali Allah tersebut, pada hakikatnya tidak memerlukan waktu. Karena, baik Allah SWT yang mengabulkan maupun malaikat yang mendapat perintah mengangkatnya, terbebas daripada ruang dan waktu.
Latha’if zikir qalbi
Di atas telah dikemukakan bahwa zikir qalbi mencakup zikir ismu dzat dan zikir nafi-itsbat. Kita sebutkan dalam hati lafzul jalalah (اَلله) dan nafi-itsbat لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ dengan memakrifatkan letaknya pada bagian-bagian tertentu di tubuh. Bagian-bagian dari tubuh ini disebut latha’if (bentuk jamak dari lathifah).
Syekh Muhammad Amin al-Kurdi menyebutkan nama-nama latha’if (tempat-tempat zikir qalbi) sebagai berikut.
Pertama, lathifah qalbi (لطيفةالقلبي). Letaknya di bawah susu kiri sekadar dua jari condong ke lambung. Lathifah ini dibawah sunnah atau thariqah (jalan) Nabi Adam a.s., dan cahayanya kuning.
Zikir dimulai dari lathifah qalbi. Anda berzikir sebanyak 5000 kali dengan menyebutkan اَلله di dalam hati, dan makrifatkan setiap zikir Anda diisikan pada lathifah qalbi.
Setelah tercapai 5000 kali zikir akan terasa hangat dan penuh pada lathifah qalbi.
Sesudah terasa getaran atau gerakan yang kuat pada lathifah qalbi, lanjutkan berzikir pada lathifah ruh.
Kedua, lathifah ruh (لَطِيْفَةُ الرُّوْحِ). Lathifah ruh letaknya di bawah susu kanan sekadar dua jari dan condong ke dada. Lathifah ruh ini di bawah sunnah atau thariqah (jalan) Nabi Nuh a.s. dan Nabi Ibrahim a.s., dan cahayanya merah.
Zikir dilakukan pada lathifah ruh dan berhenti di hati. Anda berzikir sebanyak 1000 kali dan makrifatkan setiap zikir diisikan pada lathifah ruh.
Setelah terasa hangat pada lathifah ruh dan lathifah ini sudah terisi penuh zikir, Anda lanjutkan berzikir pada lathifah berikutnya.
Ketiga, lathifah sirr (لَطِيْفَةُ السِّرِّ). Lathifah sirr letaknya di atas susu kiri sekadar dua jari dan condong ke dada.
Lathifah sirr di bawah sunnah atau thariqah Nabi Musa a.s., dan cahayanya putih.
Zikir dilakukan pada lathifah sirr, dan berhenti di hati. Setelah berziki 1000 kali dengan kalimat Allah akan terasa hangat pada lathifah sirr.
Sesudah lathifah sirr ini terasa terisi penuh zikir, Anda lanjutkan berzikir pada lathifah berikutnya.
Keempat, lathifah khafi ( لَطِيْفَةُُ الْخَفِي) Lathifah khafi letaknya di atas susu kanan sekadar du jari dan condong ke dada. Lathifah khafi di bawah sunnah atau thariqah Nabi `Isa a.s., dan cahayanya hitam. Anda berzikir 1000 kali pada lathifah khafi, dan berhenti di hati. Setelah terasa hangat pada lathifah khafi dan lathifah ini sudah terisi penuh zikir, Anda lanjutkan berzikir pada lathifah berikutnya.
Kelima, lathifah akhfa (لَطِيْفَةُ الْأَخْفَي). Lathifah akhfa artinya lathifah yang paling tersembunyi atau berada di bawah alam sadar. Lathifah akhfa letaknya di tengah-tengah dada. Lathifah ini di bawah sunnah atau thariqah Nabi Muhammad SAW., dan cahayanya hijau. Anda berzikir 1000 kali dan makrifatkan setiap zikirmu berada di tengah-tengah dada di bahagian dalamnya.[76]
Setelah terasa hangat pada lathifah akhfa dan lathifah ini sudah terisi penuh zikir, Anda lanjutkan dengan berzikir pada nafsu natiqah.
Keenam, nafsu natiqah (نَفْسٌ نَاطِقَةٌ). Nafsu natiqah letaknya di kening tepatnya di antara kedua alis mata. Anda berzikir 1000 kali dengan zikir ismu dzat dan makrifatkan letaknya pada nafsu natiqah tersebut. Setelah terasa hangat pada nafsu natiqah dan zikir sudah terasa penuh, Anda lanjutkan dengan zikir kullu jasad.
Ketujuh, kullu jasad (كُلُّ جَسَدٍ). Kullu jasad ialah seluruh anggota tubuh mulai dari ujung rambut sampai ke ujung kaki. Anda berzikir ismu dzat sampai 1000 kali dan makrifatkan zikir itu berjalan pada sekujur tubuhmu. Apabila benar zikirmu maka akan Anda rasakan hangat dan getaran dalam sekujur jasadmu. Setelah itu Anda lanjutkan dengan berzikir nafi-itsbat.
Zikir nafi-itsbat ialah Anda berzikir di dalam hatimu dengan kalimat: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ. Nafi artinya meniadakan, dan itsbat artinya menetapkan. Disebut nafi-itsbat karena kalimat: لاَ إِلَهَ meniadakan tuhan-tuhan; sedangkan إِلاَّ اللهُ menetapkan bahwa hanya Allah SWT. Tuhan yang berhak disembah, Tuhan Yang Maha Pencipta dan Tuhan Yang Maha Pemelihara.
Cara melakukan zikir nafi-itsbat ialah:
- Anda lekatkan lidahmu dengan langit-langit mulut, kemudian tahan nafas pada kerongkongan;
- Mulai mengambil kalimat لا, dengan membayangkannya dari bawah pusat dan bentangkan hurup tersebut pada pertengahan lathifah akhfa hingga sampai ke lathifah nafsu natiqah yaitu otak kecil.
- Sesudah itu mulai dengan mengambil hamzah kalimat إله mulai dari otak dan membawanya turun sampai ke bahu kanan, dan jalankan sampai ke lathifah ruh.
- Sesudah itu mulai dengan mengambil hamzah إلا الله dengan membayangkannya dari bahu dan membentangkannya dan membawanya turun dari tepi tengah-tengah dada hingga sampai ke hati.
- Hunjamkan secara makrifat dan khayal lafzul jalalah (الله) pada titit hati sambil bernafas kuat dengan cara melepaskan nafas yang ditahan sehingga pengaruh dan panas lafzul jalalah tersebut nyata terasa pada sekujur jasad dan membakar seluruh bagian tubuh yang rusak/tidak berfungsi. Sedangkan bagian-bagian tubuh yang baik dan berfungsi menjadi bercahaya dengan nur Allah Yang Maha Agung.
- Dalam aktivitas berzikir nafi-itsbat ini Anda harus jaga dan renungkan makna kalimat لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ yaitu, tiada yang disembah (لا معبود); tiada yang dimaksud ( لا مقصود); dan tiada mawjud ( لا موجود ) selain daripada Allah.
- Ketika menyebutkan kalimat nafi, Anda tiadakan wujud seluruh yang baharu daripada fikiran dan pemahamanmu dan menganggapnya fana.
- Ketika menyebutkan kalimat itsbat, Anda tetapkan di dalam hatimu dan pandanganmu wujud Zat al-Haq Yang Mahatinggi, dan memandang wujud Zat al-Haq dengan pandangan yang kekal dan tetap.
- Lakukan zikir nafi-itsbat dan Anda berhenti ketika sudah melakukan dalam jumlah ganjil (tiga, lima atau tujuh atau sampai dua puluh satu kali).
- Di akhir zikir, bayangkan kalimat: محمد رسول الله (Muhammad adalah utusan Allah) dengan menjalankan syahadat Rasul tersebut secara makrifat mulai dari hati sampai ke susu kanan.
- Ucapkanlah pelan atau dalam hatimu kalimat,
-
إِلَهِي أَنْتَ مَقْصُوْدِى وَ رِضَاكَ مَطْلُوْبِى
Tuhanku, hanya Engkau yang aku maksud,
dan hanya rida-Mu yang aku cari
B. Berdoa Kepada Allah SWT.
1. Hikmah dan adab berdoa
Doa merupakan otak ibadah dan termasuk ibadah utama. Demikian sabda Rasulullah Muhammad SAW. sebagaimana diriwayatkan oleh Anas bin Malik dan Nu`man bin Basyir.[77] Dan tidak ada yang dapat merubah ketentuan Allah selain doa. Sabda Nabi Muhammad SAW.:
لاَ يَرُدُّ الْقَضَاءَ إِلاَّ الدُّعَاءُ وَ لاَ يَزِيْدُ الْعُمْرَ إِلاَّ البِرُّ وَ إِنَّ الرَّجُلَ لَيُحْرَمَ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيْبُهُ.
Tidak ada yang dapat menolak ketentuan Tuhan kecuali doa; tidak ada yang dapat menambah umur kecuali perbuatan kebaikan; dan sesungguhnya diharamkan rezeki bagi hamba karena dosa yang ia lakukan.
Allah menyukai hamba yang selalu berdoa kepada-Nya, dan benci terhadap orang yang enggan berdoa. Sabda Nabi SAW. yang artinya: “Doa adalah ibadah”, kemudian beliau membaca firman Allah SWT.:
وَ قَالَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِى أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِيْنَ يَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَادَتِى سَيَدْخُلُوْنَ جَهَنَّمَ دَاخِرِيْنَ.[78]
Dan Tuhan-mu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku niscaya akan Aku perkenankan untukmu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan terhina.
Allah memperkenankan doa hamba-hamba-Nya yang memenuhi perintah-Nya. Firman Allah SWT.:
وَ إِذَا سَئَلَكَ عِبَادِى عَنِّى فَإِنِّى قَرِيْبٌ أُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيْبُوْالِى وَ لْيُؤْمِنُوْابِى لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُوْنَ.[79]
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
Di dalam hadis qudsi, Rasulullah SAW. bersabda, Allah SWT. berfirman,
أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي وَ أَنَا مَعَهُ إِذَا دَعَانِي.[80]
“Saya mengikuti sangkaan hamba-Ku dengan-Ku, dan Aku bersamanya apabila ia berdoa kepada-Ku”.
Dianjurkan dalam berdoa agar mengikuti adab berdoa dan memilih waktu-waktu yang utama.
Adab berdoa dan waktunya yang paling utama ialah:
- Berdoa dalam keadaan suci.
- Sebelum berdoa hendaklah diawali dengan bertaubat.
- Mengangkat kedua tangan sehingga jari jempol sejajar dengan kedua bahu dan sampai ketiak terbuka. Dalam keadaan yang sangat genting tangan diangkat lebih tinggi lagi.
- Menghadap kiblat kecuali bagi imam. Imam dianjurkan menghadap makmum dan seluruh makmum menghadap kiblat.
- Memohon dengan sungguh-sungguh serta rasa takut.
- Mengulang-ulang doa tertentu sampai tiga kali.
- Memulai doa dengan memuji Allah SWT.[81] dan membaca selawat untuk Nabi Muhammad SAW., keluarga dan sahabatnya.[82] Dalam memuji Allah, hendaklah dipilih kalimat yang paling indah, seperti:
اَلْحَمْدُ ِللهِ حَمْدًا يُوَافِى نِعَمَهُ وُ يُكَافِي مَزِيْدَهُ يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِى لِجَلاَلِ وَجْهِكَ الْكَرِيْمِ وَ عَظِيْمِ سُلْطَانِكَ.
Segala puji bagi Allah Yang menyempurnakan nikmat-nikmat-Nya, dan mencukupkan keutamaan-Nya. Wahai Tuhan kami, hanya untuk-Mu segala pujian sebagaimana semestinya bagi keagungan wajah-Mu Yang Maha Mulia, dan bagi keagungan kekuasaan-Mu.”
- Doa ditutup dengan kalimat pujian kepada Allah, dan sebelum pujian itu dibaca selawat atas Nabi s.aw., keluarga dan sahabatnya. Kalimat pujian paling baik untuk menutup doa ialah surat ash-Shaaffaat (37) ayat 180-182 berikut:
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ. وَ سَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ. وَ الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
Maha Suci Tuhan-mu yang mempunyai keperkasaan dari apa yang mereka katakan. Dan kesejahteraan dilimpahkan atas para rasul. Dan segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.
- Berdoa dengan suara pelan lebih utama daripada dengan suara kuat (jahar), karena lebih khusyu`.
- Mengguna kalimat bentuk jamak.
- Doa disampaikan dengan sopan, baik cara menyampaikannya maupun kalimat yang dibaca, khusyu` dan khudhu` (tunduk), `azam (bulat keinginan), hadir hati, dan berharap.
- Bertawasul dengan nama-nama Allah, sifat-sifat-Nya dan ke-Esaan-Nya.
- Sebelum berdoa didahului dengan bersedekah.
- Berdoa pada waktu yang utama, yaitu pada sepertiga terakhir dari malam, diantara azan dan iqamat, sesudah mengerjakan shalat wajib, ketika imam naik mimbar pada hari jumat hingga akan ditunaikan shalat, satu jam terakhir sesudah shalat asar pada hari jumat, pada hari Arafah, pada hari jumat, ketika turun hujan lebat, ketika berjalan dalam shaf-shaf pasukan fi sabilillah, dan sewaktu sujud.
- Yakin bahwa Allah SWT. mengabulkan doa dan sabar menunggu dikabulkan.
- Disunatkan untuk meringankan doa atau tidak menyampaikan permohonan yang terlalu banyak dalam satu doa.
- Berdoa dengan doa ma’tsur, baik doa dari al-Quran, Sunnah, sahabat, tabi`in, atau dari imam-imam terkenal.[83]
2. Doa sesudah shalat
نَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ.
اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ حَمْدًا يُوَافِى نِعَمَهُ وُ يُكَافِي مَزِيْدَهُ يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِى لِجَلاَلِ وَجْهِكَ الْكَرِيْمِ وَ عَظِيْمِ سُلْطَانِكَ. وَ الصَّلاَةُ وَ السَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ الأَنْبِيَاءِ وَ الْمُرْسَلِيْنَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk. Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam Yang menyempurnakan nikmat-nikmat-Nya, dan mencukupkan keutamaan-Nya. Wahai Tuhan kami, hanya untuk-Mu segala pujian sebagaimana semestinya bagi keagungan wajah-Mu Yang Maha Mulia, dan bagi keagungan kekuasaan-Mu. Semoga selawat dan salam senantiasa tercurah kepada makhluk-Nya yang terbaik, junjungan kami Muhammad, dan juga kepada seluruh keluarga dan sahabatnya.
اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ بِأَنِّي أَشْهَدُ أَنَّكَ أَنْتَ اللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ الْأَحَدُ الصَّمَدُ الَّذِي لَمْ يَلِدْ وَ لَمْ يُوْلَدْ وَ لَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ.[84]
Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu bahwasanya aku bersaksi bahwa Engkau adalah Allah, tiada Tuhan selain Engkau Yang Maha Esa, tempat meminta, yang tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan yang tidak ada sekupu dengan-Nya.”
اَللَّهُمَّ اغْفِرِلَنَا ذُنُوْبَنَا وَ لِوَالِدَيْنَا وَ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صَغِيْرًا, وَ لِجَمِيْعِ الْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ وَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَ الْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَ اْلأَمْوَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
Ya Allah, berilah kami ampunan atas segala dosa kami dan juga berilah ampunan bagi kedua orang tua kami, dan kasihilah mereka sebagaimana mereka mengasihi kami sewaktu kecil, dan juga berilah ampunan bagi sekalian kaum muslimin dan muslimat, mukminin dan mukminatbaik yang hidup maupun yang mati dengan kasih sayang-Mu, wahai Tuhan Yang Maha Penyayang.
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لِي دِيْنِي الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِي وَ أَصْلِحْ لِي دُنْيَايَ الَّتِي فِيْهَا مَعَاشِي, وَ أَصْلِحْ لِي آخِرَتِي الَّتِي فِيْهَا مَعَادِي ، وَ اجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لِي فِي كُلِّ خَيْرٍ ، وَ اجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لِي مِنْ كُلِّ شَرٍّ.[85]
“Ya Allah, perbaikilah bagiku agamaku yang menjadi perisai bagi urusanku; dan perbaikilah bagiku akhiratku yang padanya tempat kembaliku. Jadikanlah hidup sebagai pendorong bagiku untuk melakukan kebaikan; dan jadikanlah mati sebagai penggugah bagiku untuk lari dari kejahatan”.
اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَ التُّقَى وَ الْعَفَافَ وَ الْغِنَى.[86]
Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketaqwaan, `iffah (sifat menjauhkan diri dari segala yang tidak halal dan tidak baik), dan kekayaan.
اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ ، وَ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْبُخْلِ ، وَ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ أَنْ أُرَدَّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ ، وَ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الدُّنْيَا وَ عَذَابِ الْقَبْرِ.[87]
Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung dengan-Mu dari sifat pengecut, dan aku berlindung dengan-Mu dari sifat bakhil, dan aku berlindung dengan-Mu dari pikun, dan aku berlindung dengan-Mu dari fitnah dunia dan siksa kubur.
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَ مَا لَمْ نَعْلَمْ, وَ نَعُوْذُ بِكَ مِنَ الشَّرِّ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَ مَا لَمْ نَعْلَمْ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَا سَأَلَكَ بِهِ عِبَادُكَ الصَّالِحُوْنَ. وَ نَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا عَاذَ مِنْهُ عِبَادُكَ الصَّالِحُوْنَ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَ الْمَمَاتِ وَ مِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَالِ.[88]
Ya Allah, sesungguhnya kami memohon pada-Mu dari setiap kebaikan, baik yang kami ketahui maupun yang tidak kami ketahui. Dan kami berlindung dengan-Mu dari setiap keburukan, baik yang kami ketahui maupun yang tidak kami ketahui. Ya Allah, sesungguhnya kami memohon pada-Mu dari kebaikan yang telah diminta oleh hamba-hamba-Mu yang saleh, dan kami berlindung dengan-Mu dari keburukan yang telah berlindung darinya hamba-hamba-Mu yang saleh. Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung dengan-Mu dari siksa Jahannam dan dari siksa kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari fitnah Dajjal.
اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَ الْكَسَلِ وَ الْجُبْنِ وَ الْبُخْلِ وَ الْهَرَمِ وَ عَذَابِ الْقَبْرِ. اَللَّهُمَّ آتِ نَفْسِي تَقْوَاهَا ، وَ زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا ، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَ مَوْلاَهَا. اَللَّهُمَّ إنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ وَ مِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ وَ مِنْ نَفْسٍ لاَ تَشْبَعُ وَ مِنْ دَعْوَةٍ لاَ يُسْتَجَابُ لَهَا.[89]
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung dengan-Mu daripada sifat lemah dan malas, penakut dan kikir, pikun dan siksa kubur. Ya Allah, berilah jiwaku taqwanya, sucikan jiwaku dan Engkau sebaik-baik yang mensucikannya, Engkau pemelihara dan penjaganya. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung dengan-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak takut, dari nafsu yang tidak merasa kenyang, dan dari doa yang tidak diperkenankan”.
اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَ الْحُزْنِ وَ الْعَجْزِ وَ الْكَسَلِ وَ الْبُخْلِ وَ الْجُبْنِ وَ ضَلَعِ الدَّيْنِ وَ غَلَبَةِ الرِّجَالِ.[90]
Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung dengan-Mu dari kecemasan, dukacita, lemah, malas, bakhil, pengecut, lilitan hutang dan dari dikuasai orang.
اَللَّهُمَّ إِنَّا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا ظُلْمًا كَثِيْرًا وَ إِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ فَاغْفِرْ لَنَا مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ وَ ارْحَمْنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.[91] اَللَّهُمَّ اغْفِرْلَنَا مَا قَدَّمْنَا وَ مَا أَخَّرْنَا وَ مَا أَسْرَرْنَا وَ مَا أَعْلَنَّا وَ مَا أَسْرَفْنَا وَ مَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنَّا. أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَ أَنْتَ الْمُؤَخِّرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ.[92]
Ya Allah, sesungguhnya kami menganiaya diri kami sendiri dengan penganiayaan yang amat banyak, tiada yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Engkau. Karena itu berilah kami ampunan dari sisi-Mu, dan kasihilah kami, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Pengasih. Ya Allah, berilah ampunan bagi kami atas dosa-dosa kami yang terdahulu dan dosa-dosa kami yang akan datang, dosa-dosa yang kami sembunyikan, dosa-dosa yang kami nyatakan, dan dosa-dosa yang kami sendiri tidak mengetahuinya lagi, dan dosa-dosa yang Engkau lebih mengetahuinya daripada kami. Engkau Maha Mendahulukan dan Maha Mengakhirkan, tiada Tuhan selain Engkau.
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ سَلاَمَةً فِى الدِّيْنِ وَ عَافِيَةً فِى الْجَسَدِ وَ زِيَادَةً فِى الْعِلْمِ وَ بَرَكَةً فِى الرِّزْقِ وَ تَوْبَةً قَبْلَ الْمَوْتِ وَ رَحْمَةً عِنْدَ الْمَوْتِ وَ مَغْفِرَةً بَعْدَ الْمَوْتِ. اَللَّهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا فِى سَكَرَاتِ الْمَوْتِ وَ النَّجَاةَ مِنَ النَّارِ وَ الْعَفْوَ عِنْدَ الْحِسَابِ.[93]
Ya Allah, sesungguhnya kami mohon kepada-Mu keselamatan dalam beragama, kesehatan tubuh, penambahan ilmu, keberkahan rezeki, taubat sebelum mati, rahmat ketika mati dan ampunan sesudah mati. Ya Allah, mudahkanlah bagi kami sakaratul maut, dan bebaskan kami dari neraka, dan beri kemaafan ketika dihisab.
رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَ هَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ. رَبَّنَا إِنَّكَ جَامِعُ النَّاسِ لِيَوْمٍ لاَ رَيْبَ فِيْهِ إِنَّ اللهَ لاَ يُخْلِفُ الْمِيْعَادَ.[94]
Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, karena sesungguhnya Engkau Maha Pemberi (karunia). Wahai Tuhan kami, sesungguhnya Engkau mengumpulkan manusia untuk (menerima pembalasan pada) hari yang tak ada keraguan padanya. Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji.
رَبَّنَا ءَاتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَ هَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا.[95] رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَ إِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَ تَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ.[96] رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا. إِنَّهَا سَآءَتْ مُسْتَقَرًّا وَ مُقَامًا.[97]
Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini). (Keduanya berkata): “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi. Wahai Tuhan kami, jauhkan azab Jahannam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kehinaan yang kekal.” Sesungguhnya Jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman.
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَ ذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَ اجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا.[98] رَبَّنَا ءَاتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَةً وَ فِى الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ.[99]
Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami dari isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati, dan jadikanlah kami pimpinan bagi orang-orang yang bertakwa. Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka.
وَ صَلَّى اللهُ عَلَى خَيْرِ خَلْقِهِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدِنِ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ وَ سَلَّمَ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ. وَ سَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ. وَ الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
Semoga kesejahteraan dan keselamatan dari Allah senantiasa tercurah kepada makhluk terbaik junjungan kami Muhammad, nabi yang ‘ummi, dan untuk keluarga dan sahabatnya. Mahasuci Tuhanmu yang mempunyai keperkasaan dari apa yang mereka katakan. Dan kesejahteraan dilimpahkan atas para rasul. Dan segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.
3. Doa Sehari-Hari
Penghulu istighfar (Sayyidul istighfar)
Syaddad bin Aus r.a. menyampaikan bahwa Nabi SAW. bersabda kepadanya, “Sukakah kamu aku tunjukkan sayyidul istighfar?, yaitu:
اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ خَلَقْتَنِى وَ أَنَا عَبْدُكَ وَ أَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَ وَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّمَا صَنَعْتُ أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَ أَبُوْءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْلِي فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ.[100]
“Ya Allah, Engkau adalah Tuhan-ku, tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Engkau telah menciptakan aku, aku adalah hamba-Mu, dan aku akan memenuhi dan menepati janjiku pada-Mu sedaya upayaku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan apa-apa yang telah aku perbuat. Aku mengakui segala nikmat-Mu kepadaku dan aku mengakui segala dosaku kepada-Mu, maka berilah ampunan bagiku karena tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Engkau.”
Sabda Rasulullah SAW., “Barangsiapa membacanya pada siang hari dengan yakin terhadap doa tersebut, kemudian ia mati pada hari itu sebelum petang, maka ia ahli surga; dan barangsiapa membacanya pada malam hari dan ia yakin dengan doa tersebut, kemudian ia mati sebelum subuh, maka ia ahli surga.”
Doa berangkat ke masjid
Daripada Ibnu Abbas r.a., … Rasulullah SAW keluar menuju masjid sambil membaca doa:
اَللَّهُمَّ اجْعَلْ فِي قَلْبِي نُوْرًا وَ فِي لِسَانِي نُوْرًا وَ اجْعَلْ فِي سَمْعِي نُوْرًا وَ اجْعَلْ فِي بَصَرِى نُوْرًا وَ اجْعَلْ مِنْ خَلْفِي نُوْرًا وَ مِنْ أَمَامِي نُوْرًا وَ اجْعَلْ مِنْ فَوْقِي نُوْرًا وَ مِنْ تَحْتِي نُوْرًا, اَللَّهُمَّ أَعْطِنِي نُوْرًا.[101]
Artinya:
Ya Allah, jadikanlah di dalam hatiku cahaya dan pada lidahku cahaya, dan jadikanlah pada pendengaranku cahaya, dan jadikanlah pada penglihatanku cahaya, dan jadikanlah di belakangku cahaya dan di hadapanku cahaya, dan jadikanlah dari atasku cahaya dan dari bawahku cahaya. Ya Allah, berikanlah kepadaku cahaya.
Doa waktu pagi dan petang
1. Utsman bin Affan r.a. berkata, Rasulullah SAW. bersabda, “Barangsiapa yang membaca tiga kali kalimat di bawah ini pada waktu subuh setiap hari dan pada waktu petang setiap malam maka tidak ada apapun yang dapat memberi mudarat atasnya, yaitu,
بِسْمِ اللهِ الَّذِي لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْئٌ فِي اْلأَرْضِ وَ لاَ فِي السَّمَاءِ وَ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ.[102]
Dengan nama Allah, yang tidak ada dapat memudaratkan bersama nama-Nya suatu apapun di bumi dan tidak pula di langit, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
2. Daripada Abdullah r.a., ia berkata, apabila Rasulullah SAW. memasuki waktu petang, beliau membaca,
أَمْسَيْنَا وَ أَمْسَى الْمُلْكُ ِللهِ, وَ الْحَمْدُ ِللهِ, لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَ لَهُ الْحَمْدُ وَ هُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ. رَبِّ أَسْأَلُكَ خَيْرَ مَا فِي هَذِهِ اللَّيْلَةِ وَ خَيْرَ مَا بَعْدَهَا, وَ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّمَا فِي هَذِهِ اللَّيْلَةِ وَ شَرِّمَا بَعْدَهَا. رَبِّ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْكَسَلِ وَ سُوْءِ الْكِبَرِ, رَبِّ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابٍ فِي النَّارِ وَ عَذَابٍ فِي الْقَبْرِ.
Kami masuk petang, dan kekuasaan adalah milik Allah, segala puji bagi Allah, tiada Tuhan selain Allah, sendiri-Nya, tiada sekutu bagi-Nya, hanya milik-Nya kerajaan dan hanya untuk-Nya segala pujian, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Tuhan-ku, aku memohon kepada-Mu kebaikan yang ada pada malam ini dan kebaikan sesudahnya; dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukan yang ada pada malam ini dan keburukan sesudahnya. Tuhan-ku, aku berlindung dengan-Mu daripada malas dan kejelekan takabur. Tuhan-ku, aku berlindung kepada-Mu daripada siksa di dalam neraka dan siksa di dalam kubur.
Dan apabila Rasulullah SAW. memasuki waktu pagi, beliau membaca,
أَصْبَحْنَا وَ أَصْبَحَ الْمُلُكُ ِللهِ
Dan seterusnya dilanjutkan dengan doa di atas.[103]
Doa hubungan suami-isteri
Dari Abdullah bin Abbas r.a., ia berkata, Rasulullah SAW. bersabda, “Kalau salah seorang kamu hendak menggauli isterinya hendaklah ia membaca doa:
بِاسْمِ اللهِ اَللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَ جَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا.
Dengan nama Allah, Ya Allah, jauhkanlah kami daripada setan dan jauhkanlah setan dari apa yang telah Engkau berikan kepada kami
Sesungguhnya kalau ditakdirkan untuk mereka anak pada yang sedemikian, maka setan tidak dapat mengganggunya selama-lamanya.
Doa tidur
- Dari Hudzaifah bin al-Yamani r.a., ia berkata, “Apabila Rasulullah SAW. telah berbaring ke tempat tidurnya, beliau membaca:
اَللَّهُمَّ بِاسْمِكَ أَحْيَا وَ أَمُوْتُ
Ya Allah, hanya dengan-Mu aku mati dan hidup
Dan apabila beliau terbangun, beliau membaca:
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِي أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَ إِلَيْهِ النُّشُوْرُ.[104]
Segala puji bagi Allah, yang telah menghidupkan kami sesudah Dia mematikan kami, dan hanya kepada-Nya tempat kembali.
- Daripada al-Barra’ bin `Azib, bahwasanya Rasulullah SAW. berwasiat kepada seorang lelaki, beliau bersabda, “Apabila engkau hendak mendatangi tempat tidurmu, berwudu’lah seperti wudu’ untuk shalat, kemudian berbaringlah di atas sisi kananmu, dan baca doa:
اَللَّهُمَّ أَسْلَمْتُ نَفْسِي إِلَيْكَ ، وَ فَوَّضْتُ أَمْرِي إِلَيْكَ ، وَ وَجَّهْتُ وَجْهِي إِلَيْكَ ، وَ أَلْجَأْتُ ظَهْرِي إِلَيْكَ ، رَغْبَةً وَ رَهْبَةً إِلَيْكَ ، لاَ مَلْجَأَ وَ لاَ مَنْجَا مِنْكَ إِلاَّ إِلَيْكَ ، آمَنْتُ بِكِتَابِكَ الَّذِي أَنْزَلْتَ وَ بِنَبِيِّكَ الَّذِي أَرْسَلْتَ.
“Ya Allah, aku serahkan jiwaku kepada-Mu, dan aku serahkan urusanku kepada-Mu, dan aku hadapkan wajahku kepada-Mu, dan aku mohon perlindungan punggungku kepada-Mu, dalam keadaan cinta dan takut kepada-Mu, tiada tempat perlindungan dan keselamatan dari-Mu kecuali kepada-Mu, aku beriman dengan kitab-Mu yang Engkau turunkan dan dengan nabi-Mu yang Engkau utus”.
(Sabda Nabi SAW.), “Jika engkau mati pada malam itu maka engkau mati dalam fitrah. Jadikanlah itu kalimat terakhir yang engkau ucapkan.[105]
Doa musafir
1. Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata, Rasulullah SAW. bersabda, “Ada tiga doa yang mustajab (diperkenankan), yaitu doa orang yang teraniaya, doa orang yang sedang musafir, dan doa orang tua untuk anaknya”.[106]
2. Dari Ali bin Rabi`ah r.a. ia berkata, aku saksikan Ali diberi seekor hewan untuk ditunggangnya. Ketika ia meletakkan kakinya di pelana, ia membaca: بِسْمِ اللهِ tiga kali, sesudah duduk di atas punggung hewan ia membaca:
اَلْحَمْدُ ِللهِ. سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَ مَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِيْنَ وَ إِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُوْنَ. اَلْحَمْدُ ِللهِ اَلْحَمْدُ ِللهِ اَلْحَمْدُ ِللهِ ، اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. سُبْحَانَكَ إِنِّي قَدْ ظَلَمْتُ نَفْسِي فَاغْفِرْلِي فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ.
Segala puji bagi Allah. Mahasuci Allah yang telah menundukkan ini bagi kami padahal kami tiada dapat mengendalikannya dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami. Segala puji bagi Allah, segala puji bagi Allah, segala puji bagi Allah, Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, Allah Mahabesar. Mahasuci Engkau ya Allah, sesungguhnya aku menganiaya diriku, maka ampunilah aku karena sesungguhnya tiada yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Engkau”.
Kemudian ia tertawa. Aku tanya, apa sebabnya engkau tertawa wahai Amirul mukminin? Jawab Ali, “Saya melihat Rasulullah SAW. melakukan seperti apa yang telah aku lakukan, kemudian beliau tertawa. Maka aku tanya, ‘Apa sebabnya engkau tertawa wahai Rasulullah? Sabda beliau: “Sesungguhnya Tuhan-mu membanggakan hamba-Nya apabila ia membaca:
رَبِّ اغْفِرْلِي ذُنُوْبِي إِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ.
Tuhan-ku, berilah ampunan bagiku atas dosa-dosaku, sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa-dosa selain Engkau.[107]
3. Dari Ali al-Azdiyyi, Abdullah bin Umar r.a. mengajarinya, “Bahwa apabila Nabi SAW. telah duduk di atas untanya untuk keluar musafir, beliau membaca: اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ (bertakbir tiga kali), kemudian beliau membaca:
سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَ مَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِيْنَ وَ إِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُوْنَ.[108] اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ فِي سَفَرِنَا هَذَا الْبِرَّ وَ التَّقْوَى وَ مِنَ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى. اَللَّهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا. اَللَّهُمَّ اطْوِ لَنَا الْبُعْدَ. اَللَّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِي السَّفَرِ وَ الْخَلِيْفَةُ فِي الأَهْلِ وَ الْمَالِ.
Mahasuci Allah yang telah menundukkan ini bagi kami padahal kami tiada dapat mengendalikannya dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dalam perjalanan kami ini kebajikan dan taqwa dan amal yang Engkau ridhai. Ya Allah, mudahkanlah bagi kami perjalanan kami ini. Ya Allah, dekatkanlah bagi kami jaraknya yang jauh. Ya Allah, Engkau sahabat dalam perjalanan, dan wakil menjaga keluarga dan harta.”.
Dan apabila kembali, beliau membaca kalimat-kalimat tersebut, dan menambahnya dengan membaca:
آيِبُوْنَ إِنْ شَاءَ اللهُ تَائِبُوْنَ عَابِدُوْنَ لِرَبِّنَا حَامِدُوْنَ.
Pulang,insya Allah kami bertaubat, beribadah lagi memuji kepada Tuhan kami.
Apabila Nabi SAW. bersama tenteranya mendaki bukit mereka bertakbir, dan apabila menuruni lembah mereka bertasbih”. [109]
4. Doa ketika turun di suatu tempat
Dari Haulah binti Hakim as-Sulamiyah r.a., ia berkata, aku mendengar Rasulullah SAW. bersabda, “Siapa yang turun di suatu tempat, kemudian ia membaca:
أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ.
Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan apa saja yang telah Dia ciptakan.
Maka tidak ada yang dapat memudaratkan baginya hingga ia pergi dari tempat itu.[110]
Doa ketika ditimpa kesusahan
Dari Abdullah bin Abbas r.a., bahwa Nabi SAW. berdoa ketika ditimpa kesusahan, beliau membaca:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ الْعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَ الْأَرْضِ وَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ.[111]
“Tiada Tuhan kecuali Allah Yang Maha Agung lagi Maha Pemurah, tiada Tuhan kecuali Allah Pemilik Pemilik langit dan bumi dan Pemilik `arsy Yang Agung”.
Dari Abdullah bin Abbas r.a., bahwa Nabi SAW. berdoa ketika ditimpa kesusahan:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ الْعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَ رَبُّ الأَرْضِ وَ رَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيْمِ.[112]
“Tiada Tuhan kecuali Allah Yang Maha Agung lagi Maha Pemurah, tiada Tuhan kecuali Allah Pemilik `arsy Yang Agung, tiada Tuhan kecuali Allah Pemilik langit dan Pemilik bumi dan Pemilik `arsy Yang Mulia”.
Doa agar terbebas daripada hutang
Dari Ali r.a. bahwa seorang hamba mukatab (yang dijanjikan merdeka dengan membayar tebusan) datang kepadanya dan berkata, “Saya sudah tidak mampu terbebas daripada status mukatabku, maka tolonglah saya. Jawab Ali r.a., “Sukakah kamu aku ajarkan beberapa kalimat yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. kepadaku? Kalau sekiranya ada hutangmu semisal gunung maka Allah akan membayarnya. Kata Ali r.a., bacalah doa:
Ya Allah, cukupkanlah bagiku yang halal tanpa yang haram, dan kayakanlah aku dengan karunia-Mu tanpa bantuan dari selain-Mu.
Doa meninggalkan majelis atau menutup majelis
- Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah SAW. bersabda, “Siapa yang duduk dalam majelis, dan banyak kesalahannya padanya, kemudian sebelum meninggalkan majelis itu ia membaca (doa di bawah ini), maka diampuni dosa-dosanya yang di majelis itu:
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَ بِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ ، أَسْتَغْفِرُكَ وَ أَتُوْبُ إِلَيْكَ.[114]
Mahasuci Engkau ya Allah, dan Mahaterpuji. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau, aku memohon ampun pada-Mu dan aku bertaubat kepada-Mu.
- Dari Khalid bin Abu `Imran bahwasanya Abdullah bin Umar berkata, “Sebelum Rasulullah SAW. meninggalkan majelis beliau selalu berdoa untuk sahabat-sahabatnya sebagai berikut:
اَللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَا يَحُوْلُ بَيْنَنَا وَ بَيْنَ مَعَاصِيكَ وَ مِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَابِهِ جَنَّتَكَ, وَ مِنَ الْيَقِيْنِ مَا تُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مُصِيْبَاتِ الدُّنْيَا وَ مَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَ أَبْصَارِنَا وَ قُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا وَ اجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا وَ اجْعَلْ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ ظَلَمَنَا وَ انْصُرْنَا عَلَى مَنْ عَادَانَا وَ لاَ تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِي دِيْنِنَا وَ لاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَ لاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا وَ لاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا.[115]
Ya Allah, bagikanlah kepada kami rasa takut kepada-Mu yang dapat memalingkan kami dari maksiat pada-Mu, dan beri kami ketaatan pada-Mu yang dengannya Engkau sampaikan kami ke surga-Mu, dan beri kami yakin yang dengannya Engkau jadikan kami bersabar terhadap musibah dunia, dan beri kesenangan pada pendengaran kami, penglihatan kami dan kekuatan kami selama Engkau hidupkan kami, dan berikan kesenangan itu kepada pewaris kami, dan berilah balasan terhadap orang yang menganiaya kami, dan tolonglah kami terhadap orang yang memusuhi kami, dan janganlah Engkau jadikan cobaan kami pada agama kami, dan janganlah Engkau jadikan dunia lebih penting bagi kami, dan jangan pula Engkau jadikan dunia batas akhir ilmu kami, dan jangan Engkau jadikan berkuasa atas kami orang yang tidak menyayangi kami.
Keutamaan tasbih
- Dari Abdullah bin Abbas r.a., dari Juwairiyah, bahwasanya Nabi SAW. pada suatu pagi keluar dari sisi Juwairiyah ketika beliau telah shalat subuh, dan Juwairiyah di tempat sujudnya, kemudian Nabi SAW. kembali setelah shalat duha sedangkan Juwairiyah masih duduk, maka tanya Nabi SAW., “Apakah kamu tetap dalam keadaanmu ketika aku tinggalkan kamu tadi? Jawab Juwairiyah, “Betul”. Sabda Nabi SAW., “Sesungguhnya sesudah melihat kamu tadi, aku telah membaca empat kalimat, tiga kali, yang kalau ditimbang dengan apa yang kamu baca sejak pagi hari, tentu lebih berat yang empat kalimat itu, yaitu:
سُبْحَانَ اللهِ وَ بِحَمْدِهِ عَدَدَ خَلْقِهِ وَ رِضَا نَفْسِهِ وَ زِنَةَ عَرْشِهِ وَ مِدَادَ كَلِمَاتِهِ.[116]
Mahasuci Allah dan pujian untuk-Nya sejumlah makhluk-Nya, dan seridha diri-Nya, dan setimbangan `arsy-Nya, dan sebanyak kalimat-kalimat-Nya.
- Dalam hadis lainnya, yang juga berasal dari Ibnu Abbas r.a. dan diriwayatkan oleh Muslim, kalimat yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. kepada Juwairiyah ialah:
سُبْحَانَ اللهِ عَدَدَ خَلْقِهِ ، سُبْحَانَ اللهِ رِضَا نَفْسِهِ ، سُبْحَانَ اللهِ زِنَةَ عَرْشِهِ ، سُبْحَانَ اللهِ مِدَادَ كَلِمَاتِهِ.[117]
- Dari Abdullah bin Abbas r.a., dari Juwairiyah binti al-Harits, bahwasanya Nabi SAW. berlalu melewatinya sewaktu ia di masjid, kemudian Nabi SAW. lewat di dekatnya ketika hampir tengah hari, maka Nabi SAW. bertanya kepadanya, “Kamu tetap dalam keadaanmu dari tadi subuh sampai sekarang ini? Jawab Juwairiyah, “Betul”. Sabda Nabi SAW. “Sukakah engkau aku ajarkan kepadamu beberapa kalimat yang engkau akan membacanya, yaitu:
سُبْحَانَ اللهِ عَدَدَ خَلْقِهِ ، سُبْحَانَ اللهِ عَدَدَ خَلْقِهِ ، سُبْحَانَ اللهِ عَدَدَ خَلْقِهِ ، سُبْحَانَ اللهِ رِضَا نَفْسِهِ ، سُبْحَانَ اللهِ رِضَا نَفْسِهِ ، سُبْحَانَ اللهِ رِضَا نَفْسِهِ ، سُبْحَانَ اللهِ زِنَةَ عَرْشِهِ ، سُبْحَانَ اللهِ زِنَةَ عَرْشِهِ ، سُبْحَانَ اللهِ زِنَةَ عَرْشِهِ ، سُبْحَانَ اللهِ مِدَادَ كَلِمَاتِهِ ، سُبْحَانَ اللهِ مِدَادَ كَلِمَاتِهِ ، سُبْحَانَ اللهِ مِدَادَ كَلِمَاتِهِ.[118]
- Dari Kinanah, maula Shafiyah, ia berkata, saya mendengar Shafiyah berkata: “Masuk ke kamar saya Rasulullah SAW. dan di hadapan saya empat ribu biji kurma yang dengannya saya membaca tasbih, maka saya katakan: ‘Sesungguhnya saya bertasbih dengan biji kurma ini”. Rasulullah SAW. bersabda, “Sukakah engkau aku ajarkan dengan yang lebih banyak dari tasbih yang engkau baca”. Maka saya katakan, “Ajarilah aku”. Maka beliau bersabda, “Katakanlah:
سُبْحَانَ اللهِ عَدَدَ خَلْقِهِ.
Doa masuk pasar
Dari Salim bin Abdullah bin Umar, dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata, Rasulullah SAW. bersabda, “Barangsiapa yang ketika masuk pasar ia membaca:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ وَ لَهُ الْحَمْدُ يُحْيِي وَ يُمِيْتُ ، وَ هُوَ حَيٌّ لاَ يَمُوْتُ ، بِيَدِهِ الْخَيْرُ كُلُّهُ وَ هُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ.
Tiada Tuhan selain Allah Sendiri-Nya, tiada sekutu baginya, hanya milik-Nya kerajaan dan hanya milik-Nya segala pujian, Dia yang menghidupkan dan mematikan, dalam genggaman tangan-Nya seluruh kebaikan dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Maka Allah SWT. mencatat untuknya beribu-ribu kebaikan, menghapus darinya beribu-ribu kejahatan, dan membina untuknya sebuah rumah di surga; dan Allah juga mengangkat derajatnya beribu-ribu derajat.[120]
Bertawasul dengan Rasulullah SAW.
Dari Utsman bin Hunaif r.a., bahwasanya seorang lelaki yang cacat penglihatannya datang kepada Nabi SAW., maka ia berkata, “Mohonlah kepada Allah wahai Rasululullah agar Dia menyembuhkan saya? Rasulullah SAW. bersabda, “Jika kamu mau akan aku doakan, tetapi jika kamu mau bersabar maka bersabar lebih baik bagi kamu”. Kata lelaki itu, “Maka doakanlah wahai Rasul! Kata lelaki itu, “Nabi SAW. menyuruhnya berwudu, maka ia pun menyempurnakan wudunya dan berdoa dengan doa ini:
اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ وَ أَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ إِنِّي تَوَجَّهْتُ بِكَ إِلَى رَبِّي فِي حَاجَتِي هَذِهِ لِتُقْضَى لِي ، اَللَّهُمَّ فَشَفِّعْهُ فِيَّ.[121]
Ya Allah, sesungguhnya aku bermohon kepada-Mu dan aku menuju kepada-Mu dengan nabi-Mu Muhammad, nabi rahmat, sesungguhnya aku menuju denganmu kepada Tuhan-ku pada hajatku ini agar ditunaikan untukku, ya Allah berilah kesembuhan padaku.
Zikir orang yang sedang sakit
Abu Sa`id dan Abu Hurairah r.a. menyaksikan bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda: Siapa yang membaca: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ اللهُ أَكْبَرُ [Tiada Tuhan selain Allah, dan Allah Maha Besar], maka Allah membenarkannya dengan berfirman: لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا وَ أَنَا أَكْبَرُ [Tiada Tuhan kecuali Aku, dan Aku Maha Besar]. Dan apabila hamba membaca: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ [Tiada Tuhan kecuali Allah Sendirinya], maka Allah berfirman: لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا وَحْدِي [Tiada Tuhan kecuali Aku sendiri-Ku]. Dan apabila hamba membaca: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ [Tiada Tuhan kecuali Allah sendiri-Nya, tiada sekutu bagi-Nya], maka Allah berfirman: لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا وَحْدِي لاَ شَرِيْكَ لِي [Tiada Tuhan kecuali Aku sendiri-Ku, tiada sekutu bagi-Ku]. Dan apabila hamba membaca: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ لَهُ الْمُلْكُ وَ لَهُ الْحَمْدُ [Tiada Tuhan kecuali Allah, hanya milik-Nya kerajaan dan hanya milik-Nya pujian]; maka Allah berfirman: لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا لِيَ الْمُلْكُ وَ لِيَ الْحَمْدُ (Tiada Tuhan selain Aku, hanya milik-Ku Kerajaan dan hanya milik-Ku segala pujian). Dan apabila hamba membaca: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ لاَ حَوْلَ وَ لاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ [Tiada Tuhan kecuali Allah, dan tiada daya dan tiada kekuatan kecuali dengan Allah], maka Allah berfirman: لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا وَ لاَ حَوْلَ وَ لاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِي [Tiada Tuhan kecuali Aku, dan tiada daya dan kekuatan kecuali dengan-Ku]. Dan Rasulullah s.a.w. bersabda: “Barangsiapa membacanya dalam masa sakitnya, kemudian ia wafat, maka ia tidak akan dimakan oleh api neraka].”[122]
Berdasarkan hadis ini, disunatkan orang yang sedang sakit mewiridkan sebanyak mungkin zikir:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ اللهُ أَكْبَرُ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ لَهُ الْمُلْكُ وَ لَهُ الْحَمْدُ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ لاَ حَوْلَ وَ لاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ
DAFTAR BACAAN
1. Abdurrahman al-Juzairi, Kitaab al-Fiqh `alaa al-Madzaahib al-Arba`ah [Beirut: Darul Fkri, 1417H.-1996M.].
2. Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir terjemahan Lubaab al-Tafsiir min Ibn Katsiir Penerjemah M. Abdul Ghoffar E.M. [Jakarta: Pustaka Imam asy-Syafii, 2008].
3. Abu Abdillah Muhammad bin Yazid al-Quzwaini, Ta`liiq al-Albani. Sunan Ibn Maajah [Riyad: Maktabah al-Ma`arif].
4. Abu Abdil Mu`thi Muhammad Nawawi al-Jawi, Kaasyifat al-Sajaa fiy Syarh Safiinat al-Najaa. [Semarang: Pustaka `Alawiyah. T.th.].
5. Abu al-Hasan Ali bin Muhammad bin Jaib al-Bashri al-Mawardiy, Adab al-Dunyaa wa al-Diin, tahq. Mushthafa al-Saqa, (t.tp.: Darul Fikri, t.th.).
6. Abu al-Hasan Ali bin Muhammad bin Jaib al-Bashri al-Mawardiy, Jalan meraih kebahagiaan Dunia & Akhirat (terjemahan Adab al-Dunyaa wa al-Diin), tahq. Mushthafa al-Saqa, (t.tp.: Darul Fikri, t.th.).
7. Abu Bakar ibn Syatha, I`aanat al-Thaalibin `Alaa Hilli ‘alfaazh Fath al-Mu`iin [Semarang: Maktabah Usaha Keluarga, t.th.].
8. Abu Bakar Muhammad bin Khuzaimah an-naisaburi, Tahqiq Muhammad Mushthafa al-A`zhami. Shahih Ibnu Khuzaimah. Terjemahan M. Faishol dan Thohirin Suparta. [Jakarta: Pustaka Azzam].
9. Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, Ihyaa `Uluum al-Diin (Semarang: Thaha Putra, t.th.).
10. Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, Majmuu`ah Rasaa’il al-Imaam al-Ghazaaliy Sittah wa `Isyruun Risaalah min Rasaa’il al-Imaam al-Ghazaaliy, (Beirut: Darul Kutub Ilmiah, J.1-7., 1994).
11. Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, RINDU TANPA AKHIR Metode Mendidik Jiwa Agar Cinta, Rida, dan Damai Bersama Allah, Terj. al-Mahabbah wa al-Syawq wa al-Uns wa al-Ridhaa, Penerj. Asy`ari Khatib, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2007).
12. Abu Zahwa, Tafsir Surah al-Faatihah menurut 10 Ulama Besar Dunia [Jakarta: Pustaka Azzam].
13. Ahmad bin Muhammad `Ajibah al-Hasani, Syarh Iiqaazh al-Himam fiy Syarh al-Hikam li Ibn `Athaa’ al-Sakandariy, (t.tp., Darul Fikri, t.th.).
14. Ahmad bin Muhammad bin `Ajibah al-Hasani, Syarh Al-Futuuhaat al-Ilaahiiyah fii Syarh al-Mabaahits al-Ashliyyah li Ibn al-Banaa al-Sarqusthiy, Takh. Syaikh Abdul warits Muhammad Ali, (Beirut: Darul kutub Ilmiah, 2000).
15. Ahmad Nahrawi Abdus Salam Al-Indunisiy, Al-Imaam al-Syaafi`iy fii Madzhabaihi al-Qadiim wa al-Jadiid, (t.tp.: t.pn., cet.II, 1994).
16. Al-Hafizh Ahmad bin Ali bin Hajar Al-`Asqallani, Fath al-Baariy bi Syarh Shahiih al-Bukhaariy [Beirut: Darul Fikri, 1420H.-2000].
17. Al-Harits bin Asad al-Muhasibi, Memelihara Hak-Hak Allah (Bandung: Pustaka Hidayah, 2006).
18. Imam Abu Abdillah Muhammad bin Idris asy-Syafii, Musnad al-Imam asy-Syaafi`iy. Terjemahan Edy Fr dan Rahmatullah. [Jakarta: Pustaka Azzam, 2008M.].
19. Imam Abu Abdillah Muhammad bin Idris asy-Syafii, al-‘Umm [Beirut: Darul Fikri, 1410H-1990M.].
20. Imam Abu Abdillah Muhammad bin Idris asy-Syafi`i, Al-Risaalah, Tahq. Ahmad Muhammad Syakir, (t.tp.: Darul Fikri, t.th.).
21. Imam Abu Abdillah Muhammad bin Idris asy-Syafi`i, Ar-Risalah, Terj. al-Risaalah, Penerj. Ahmadie Thoha, (Jakarta: Pustaka Firdaus, cet.III, 1993).
22. Imam Abu Abdirrahman Ahmad bin Syu`aib bin `Ali an-Nasai. Sunan al-Nasaa’iy , Ta`liq al-Albani. [Riyad: Maktabah al-Ma`arif, 1417H.].
23. Imam Abu `Isa Muhammad bin Surah at-Tirmidzi. Sunan al-Tirmidziy. Tahqiq & Takhrij Ahmad Zahwah dan Ahmad `Inayah [Beirut: Darul Kitab al-`Arabi].
24. Imam Abu Zakariya an-Nawawi, al-Azdkaar al-Nawawiyyah (terjemahan), [Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2000].
25. Imam Abu Zakariya an-Nawawi, al-Majmuu` bi Syarh al-Muhadzdzab. [t.tp.: Darul Fikri, t.th.].
26. Imam Abu Zakariya an-Nawawi, Raudhatuth Thalibin. Terjemahan Muhyiddin Mas Rida & Abdurrahman Siregar [Jakarta: Pustaka Azzam].
27. Imam al-Hafizh Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshari al-Qurthubi, al-Jaami` li Ahkaam al-Qur’aan [Multaqaa Ahl al-hadiits, www.ahlalhdeeth.com].
28. Imam al-Hafizh Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy`ab bin Ishaq al-Azdi as-Sajastani, Sunan Abiy Daawuud [Riyad: Darus Salam, 1420H.-1999M.].
29. Imam al-Hafizh `Imaduddin Abu al-Fida’ Ismail bin Katsir ad-Dimisqi, Tafsiir al-Qur’aan al-`Azhiim [Multaqaa Ahl al-hadiits, www.ahlalhdeeth.com].
30. Imam al-Hafizh Muslim bin al-Hajjaj an-Naisaburi, Shahiih Muslim. Takhrij dan tahqiq Syaikh Khalil Ma’mun Syaiha [Darul Fikri, Beirut, 1426H.-2005M.].
31. Imam Jalaluddin Abdurrahman as-Suyuti asy-Syafi`iy, Tanwiir al-Hawaalik Syarh `alaa Muwaththa’ Malik [t.tp.: Darul Fikri, t.th.].
32. Muhammad Ahmad Isawi, Tafsir Ibnu Mas`ud terjemahan Ali Murtadho Syahudi [Jakarta: Pustaka Azzam].
33. Muhammad Ali ash-Shabuni, Mukhtashar Tafsir Ibn Katsir [Beirut: Darul Qalam, t.th.].
34. Muhammad Ali ash-Shabuni, Rawaa’i` al-Bayaan Tafsiir Aayaat al-Ahkam min al-Qur’aan, [Jakarta: Dinamika Berkat Utama, t.th.].
35. Sayyid Mahdi as Sadr, Mengobati Penyakit Hati Meningkatkan Kualitas Diri, (Jakarta: Pustaka Zahra, cet.II, 2003.
36. Syaikh Imam Abu Ishaq Ibrahim bin Ali ibn Yusuf asy-Syirazi, al-Muhadzdzab fiy Fiqh al-Imaam al-Syaafi`iy [t.tp.: Darul Fikri, t.th.].
37. Syaikh Muhammad Al-Ghazali, Kayfa Nata`aamal Ma`al Qur’aan, (Verginia, al-Ma`had al-`Aalamiy lil fikril Islaamiy, 1992).
38. Syaikh Muhammad Al-Ghazali, Koreksi Pemahaman Islam, Terj. Musykilat Fii al-Thariiq al-Hayyaat al-Islaamiyyah, Penerj. Abdul Rosyad Dhiddiq, (Solo: Pustaka Mantiq, cet.III 1994).
39. Syaikh Muhammad Al-Ghazali, BERDIALOG dengan AL-QUR’AN Memahami Pesan Kitab Suci dalam Kehidupan Masa Kini, Terj. Kayfa Nata`aamal Ma`al Qur’an, Penerj. Masykur Hakim & Ubaidillah, (Bandung: Mizan, cet.II 1996).
Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islaamiy wa Adillatuh [Damasqus, Darul Fikri, 1989].
[1] HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Majah, baca Sunan al-Tirmidziy [nomor 3375]; dan Sunan Ibni Maajah [nomor 3793].
[2] HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah, baca Sunan al-Tirmidziy [nomor 3377]; dan Sunan Ibni Maajah [nomor 3790], dan lafaznya menurut at-Tirmidzi.
[3] HR.al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah, baca Shahiih al-Bukhaariy [nomor 7405]; Shahiih Muslim [nomor 6746]; Sunan al-Tirmidziy [nomor 3603]; dan Sunan Ibni Maajah [nomor 3822]; dan lafaznya menurut al-Bukhari.
[4] HR. al-Bukhari, baca Shahiih al-Bukhaariy [nomor 1147].
[5] QS. Al-Anbiyaa’ [21]: 87.
[6] Aidh Abdullah al-Qarny, Jangan Takut Hadapi Hidup (terj.), Cakrawala, Jakarta, 2007, h.306.
[7] HR. al-Bukhari, baca Shahiih al-Bukhaariy [nomor 6407].
[8] HR. Muslim, dan dimuat oleh al-Kurdi di dalam bukunya, Tanwiir al-Quluub fiy Mu`aamalat `Uluum al-Ghuyuub.
[9] HR. al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi, baca al-Bukhari, baca Shahiih al-Bukhaariy [nomor 4205, 6384, 6409, 7386]; Shahiih Muslim [nomor 6802, 6804]; Sunan Abiy Daawuud [nomor 1526, 1527, 1527]; dan Sunan al-Tirmidziy [nomor 3461].
[10] HR. Al-Baihaqi, dan dimuat oleh al-Kurdi di dalam bukunya, Tanwiir al-Quluub fiy Mu`aamalat `Uluum al-Ghuyuub.
[11] HR. Ibnu Majah, baca Sunan Ibni Maajah [nomor 3800].
[12] Terjemahan QS. Thaahaa [20]: 14).
[13] HR. Abu Dawud dan an-Nasai, baca Sunan Abiy Daawuud [nomor 909]; dan Sunan al-Nasaa’iy [nomor 1195].
[14] Aidh Abdullah al-Qarny, Jangan Takut Hadapi Hidup, hlm.170-171.
[15] Baca Hepi Andi Bastoni, 101 Sahabat Nabi, Jakarta, Pustaka al-Kautsar, h.238-242.
[16] HR. Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan at-Tirmidzi, baca Shahiih al-Bukhaariy [nomor 1145, 6321, 7494]; Shahiih Muslim [nomor 1769]; Sunan Abiy Daawuud [nomor 1315, 4733]; dan Sunan al-Tirmidziy [nomor 3498].
[17] Terjemahan QS. Thaahaa [20] ayat 14.
[18] HR. At-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidziy [3579]; dan menurutnya tergolong hadis hasan shahih gharib dari wajah ini.
[19] Terjemahan QS. Adz-Dzaariyaat [51] ayat 15-18.
[20] HR. Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan an-nasai, baca Shahiih Muslim [nomor 1524]; Sunan Abiy Daawuud [nomor 4850]; Sunan al-Tirmidziy [nomor 585]; dan Sunan al-Nasaa’iy [nomor 1358].
[21] HR. at-Tirmidzi, baca Sunan al-Tirmidziy [nomor 586]. Kata at-Tirmidzi, kedudukan hadis ini tergolong hasan gharib.
[22] HR. muttafaqun `alaih. Baca Shahiih al-Bukhaariy [nomor 554]; dan Shahiih Muslim [nomor 1432].
[23] HR. muttafaqun `alaih. Baca Shahiih al-Bukhaariy [nomor 555]; dan Shahiih Muslim [nomor 1430].
[24] HR. ad-Dailamy dari Ali r.a. dan dimuat oleh al-Qarniy dalam bukunya Jangan Takut Hadapi Hidup, h.269.
[25] Imam al-Ghazali tidak menyebutkan kalimat: وَ لاَ حَوْلَ وَ لاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ akan tetapi disebutkan oleh ulama lain.
[26] Dikutip dari kitab Ihyaa `Uluum al-Diin karya tulis Imam Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, j.1, hlm.340-341.
[27] HR. al-Bukhari, Shahiih al-Bukhaariy [nomor 841].
[28] HR. al-Bukhari, Shahiih al-Bukhaariy [nomor 842].
[29] Al-`Asqallani, Fath al-Baariy bi Syarh Shahiih al-Bukhaariy, j.2, hlm.592.
[30] Maksudnya: jangnlah membaca ayat al-Quran dalam salat terlalu keras atau terlalu perlahan tetapi cukuplah sekedar dapat didengar oleh makmum.
[31] Terjemahan Q.S. al-Israa’ [17]:110.
[32] HR. al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi, baca al-Bukhari, baca Shahiih al-Bukhaariy [nomor 4205, 6384, 6409, 7386]; Shahiih Muslim [nomor 6802, 6804]; Sunan Abiy Daawuud [nomor 1526, 1527, 1527]; dan Sunan al-Tirmidziy [nomor 3461].
[33] Imam Syafii juga meriwayatkan hadis berasal dari Ibnu Abbas r.a. yang disebutkan oleh al-Bukhari dalam kitab Shahiih-nya [nomor 841 dan 842]; dan Syafii juga meriwayatkan dari Abdullah bin Zubair r.a. bahwa, “Apabila Rasulullah s.a.w. telah mengucapkan salam dari salatnya, beliau membaca dengan suaranya yang tinggi: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَ لَهُ الْحَمْدُ وَ هُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ وَ لاَ حَوْلَ وَ لاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ وَ لاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ لَهُ النِّعْمَةُ وَ لَهُ الْفَضْلُ وَ لَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ. لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَ لَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ. Baca al-‘Umm, j.1, hlm.150.
[34] Maksudnya: janganlah membaca ayat al-Quran dalam salat terlalu keras atau terlalu perlahan tetapi cukuplah sekedar dapat didengar oleh makmum.
[35] Terjemahan Q.S. al-Israa’ [17]:110.
[36] Baca asy-Syafii, al-‘Umm, j.1, hlm.150.
[37] Ketika Rasulullah s.a.w. wafat [tahun 10 H.] usia Ibnu Abbas r.a. sekitar 13 tahun sedangkan Abdullah bin Zubair r.a. belum mencapai sepuluh tahun. Sejak kecil Ibnu Abbas dan Ibnu Zubair tergolong anak yang cerdas dan rajin beribadah. Karena itu sejak usia kanak-kanak dua sahabat utama ini selalu salat berjamaah di Masjid Nabawi dengan Rasulullah s.a.w.. Apalagi dalam usia kurang lebih 3 tahun, Rasulullah s.a.w. telah mendoakan Ibnu Abbas r.a. agar diberi oleh Allah hikmah dan pemahaman tentang takwil [tafsir] al-Quran; dan Nabi s.a.w. juga mendoakan Ibnu Zubair r.a. begitu dilahirkan oleh Ibundanya, Asma’ binti Abi Bakar ash-Shiddiq di Quba’ dalam perjalanan hijrah dari Mekkah ke Madinah. Dan kata Ibnu Abbas, seperti diriwayatkan oleh Imam asy-Syafii dan Imam al-Bukhari, “Saya mengetahui bahwa sudah selesai salat karena mendengar takbir [zikir] Nabi s.a.w.. Kalau Ibnu Abbas seorang kanak-kanak yang berada di shaf belakang dapat mendengarkan zikir Nabi s.a.w., maka ini menunjukkan bahwa Rasulullah s.a.w. berzikir dengan meninggikan suaranya sehingga dapat didengar oleh seluruh jemaah yang berjumlah ribuan. Kalau tidak dibaca dengan suara kuat, zikir Nabi s.a.w. tidak akan dapat di dengarkan oleh kanak-kanak yang berada di shaf belakang. Abdullah bin Abbas dan Abdullah bin Zubair r.a. yang berada pada shaf kanak-kanak di belakang dapat mendengar bacaan zikir Nabi s.a.w. dengan jelas sebagaimana disebutkan dalam Shahiih al-Bukhaariy dan Musnad al-Imaam al-Syaafi`iy dan al-‘Umm.
[38] Baca asy-Syafii, al-‘Umm, j.1, hlm.151.
[39] HR. al-Bukhari, Shahiih al-Bukhaariy [nomor 845].
[40] HR. Muslim dalam Shahiih-nya nomor 1640; Abu Dawud dalam Sunan-nya, nomor 615; dan an-Nasai dalam Sunan-nya, nomor 821; dan dikutip oleh an-Nawawi dalam al-Majmuu` Syarh al-Muhadzdzab fiy Fiqh al-Imaam al-Syaafi`iy, j.3, hlm.488 dan 490.
[41] Baca an-Nawawi, al-Majmuu` Syarh al-Muhadzdzab, j.3, hlm.488 dan 490.
[42] Baca al-Ghazali, Ihyaa’ `Uluum al-Diin, j.1, hlm.178.
[43] HR. al-Bukhari dan Muslim, baca Shahiih al-Bukhaariy [nomor 1970, 6462 dan 6464]; dan Shahiih Muslim [nomor 782].
[44] Dibaca 3 kali sesudah salat fardhu.
[45] Baca 3 kali sesudah salat fardhu; atau 10 kali sesudah salat subuh dan ashar. HR. al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan at-Tirmidzi daripada al-Mughirah bin Syu`bah r.a.. Baca Shahiih al-Bukhaariy [nomor 844]; Shahiih Muslim [nomor 1337]; dan Sunan Abiy Daawuud [nomor 5077], namun mereka meriwayatkan tanpa kalimat يُحْيِى وَ يُمِيْتُ. Dalam riwayat at-Tirmidzi yang berasal dari Abu Dzar r.a., bahwa Rasulullah bersabda: “Barangsiapa membaca zikir sesudah salat subuh sedangkan ia masih melipat kedua kakinya sebelum berbicara, yaitu: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَ لَهُ الْحَمْدُ يُحْيِى وَ يُمِيْتُ وَ هُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ sebanyak sepuluh kali, maka dicatatkan baginya sepuluh pahala kebaikan, dihapuskan darinya sepuluh dosa, dan diangkatkan baginya sepuluh derajat. Dan Sepanjang hari itu ia berada dalam pemeliharaan dari setan, serta tidak layak bagi satu dosa pun akan menimpanya di hari itu, kecuali syirik kepada Allah s.w.t.”. Menurut al-`Asqallani hadis ini juga diriwayatkan oleh Imam ath-Thabrani dan al-Bazzar, dan lafaznya menurut ath-Thabrani: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَ لَهُ الْحَمْدُ يُحْيِى وَ يُمِيْتُ وَ هُوَ حَيٌّ لاَ يَمُوْتُ بِيَدِهِ الْخَيْرُ وَ هُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ dan para perawi ath-Thabrani ini tsiqah [jujur]. Baca al-`Asqallani, Fath al-Baariy, j.2, hlm.601; an-Nawawi, al-Adzkaar al-Nawawiyyah [terj.], hlm.185-186.
[46] Baca satu kali. HR. al-Bukhari dan Muslim, baca Shahiih al-Bukhaariy [nomor 844]; Shahiih Muslim [nomor 1337]; An-Nasai, Sunan al-Nasaa`iy [nomor 1341 dan 1342]. Mereka meriwayatkan mulai dari kalimat لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ sampai مِنْكَ الْجَدُّ dalam satu matan hadis tanpa kalimat يُحْيِى وَ يُمِيْتُ dan وَ لاَ رَآدَّ لِمَا قَضَيْتَ
[47] Baca 7 kali sesudah salat subuh; dan 7 kali sesudah salat magrib. Imam Abu Dawud meriwayatkan di dalam Sunan-nya [nomor 5079] dari Muslim bin al-Harits at-Tamimi r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. berbisik kepadanya, maka beliau bersabda: “Apabila engkau telah selesai dari salat magrib, ucapkanlah اَللَّهُمَّ أَجِرْنِى مِنَ النَّارِ sebanyak tujuh kali. Sesungguhnya jika engkau mengucapkan doa tersebut, kemudian engkau mati pada malam itu juga, maka dicatatkan bagimu terpelihara dari neraka. Apabila engkau telah salat subuh, ucapkanlah hal yang sama, karena sesungguhnya jika engkau mati pada siang hari itu, niscaya dicatatkan bagimu terpelihara dari neraka.” Hadis ini berpredikat hasan.
[48] HR. Imam asy-Syafii, al-‘Umm, j.1, hlm.150; Muslim, Shahiih Muslim [nomor 1342 ]; Abu Dawud, Sunan Abiy Daawuud [nomor 1506 dan 1507]; dan An-Nasai, Sunan al-Nasaa`iy [nomor 1338 dan 1339] dan lafaznya menurut Syafii. Sedangkan dalam riwayat Muslim dan lainnya, sebelum kalimat وَ لاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ disebutkan lagi kalimat لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ.
[49] Muslim bin Abi Bakrah r.a. berkata: “Bapakku sesudah salat membaca اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْكُفْرِ وَ الْفَقْرِ وَ عَذَابِ الْقَبْرِ karena itu akupun membacanya. Maka Bapakku bertanya, “Wahai Anakku! Dari siapakah engkau dapat zikir ini? Aku jawab: “Darimu.” Beliau berkata: “Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. membacanya sesudah selesai salat.” Baca an-Nasai, Sunan al-Nasaa`iy [nomor 1347].
[50] HR. Imam Muslim berasal daripada Tsauban r.a. yang menceritakan bahwa apabila Rasulullah s.a.w. telah selesai dari salatnya, beliau mengucapkan istigfar tiga kali dan membaca: اَللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ وَ مِنْكَ السَّلاَمُ تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَ اْلإِكْرَامِ tanpa meriwayatkan kalimat وَ إِلَيْكَ يَعُوْدُ السَّلاَمُ فَحَيِّنَا رَبَّنَا بِالسَّلاَمِ وَ أَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ دَارَ السَّلاَمِ dan juga tanpa kalimat رَبَّنَا وَ تَعَالَيْتَ Hadis ini juga diriwayatkan oleh Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasai dan al-Baihaqi. Dan ketika ditanyakan kepada al-Awza`iy, salah seorang perawi hadis, “Bagaimana cara beristigfar itu? Jawabnya, “Engkau ucapkan: Aku memohon ampun kepada Allah dan aku bertaubat kepada-Nya.” Baca Muslim, Shahiih Muslim [1333]; an-Nawawi, al-Adzkaar al-Nawawiyyah [terj.], hlm.175.
[51] Dibaca tiga kali sesudah salat fardhu.
[52] Abu Dawud, at-Tirmidzi dan an-Nasai meriwayatkan melalui `Uqbah Ibnu Amir r.a. yang menceritakan, “Rasulullah s.a.w. menyuruh saya untuk membaca al-Ma`uudzatayn [surat al-Falaq dan an-Naas] di belakang setiap salat. “Surat al-Falaq dibaca tiga kali sesudah salat subuh; dan satu kali sesudah salat fardhu lainnya.
[53] Surat an-Naas dibaca tiga kali sesudah salat subuh; dan satu kali sesudah salat fardhu lainnya.
[54] Abu Dawud dan an-Nasai meriwayat hadis dengan sanad yang shahih melalui Mu`adz r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah s.a.w. memegang tangannya dan bersabda: “Wahai Mu`adz! Demi Allah, sesungguhnya aku sangat mencintaimu.” Kemudian beliau bersabda: “Aku wasiatkan kepadamu wahai Mu`adz, jangan engkau tinggalkan di belakang setiap salat membaca: اَللَّهُمَّ أَعِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ وَ شُكْرِكَ وَ حُسْنِ عِبَادَتِكَ
[55] Imam Muslim meriwayatkan daripada Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda, “Barangsiapa bertasbih kepada Allah di belakang setiap salat sebanyak 33 kali, dan memuji Allah 33 kali, dan bertakbir [membesarkan Allah] 33 kali, dan pada yang keseratus ia sempurnakan dengan membaca: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَ لَهُ الْحَمْدُ وَ هُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ maka diampuni seluruh doanya meskipun banyaknya seperti buih di lautan. Baca Muslim, Shahiih Muslim [nomor 1351]. Dan zikir seperti ini juga diriayatkan oleh al-Bukhari, at-Tirmidzi dan an-Nasai. Baca Shahiih al-Bukhaariy [nomor 843 dan 6329]; Sunan al-Tirmidziy [3412]; dan Sunan al-Nasaa`iy [1349 dan 1353], namun dalam riwayat at-Tirmidzi dan an-Nasai ini membaca takbirnya 34 kali.
[56] Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda: “Barangsiapa sesudah salat subuh bertasbih seratus kali dan bertahlil seratus kali, maka diampuni dosanya walaupun sebanyak buih di lautan.” Baca an-Nasai, Sunan al-Nasaa`iy [nomor 1354]. Namun dalam hadis riwayat an-Nasai lainnya disebutkan bertasbih 25 kali, bertahmid 25 kali, bertakbir 25 kali, dan bertahlil 25 kali sehingga lengkapnya 100 kali; baca Sunan al-Nasa`iy [nomor 1350 dan 1351].
[57] Berdasarkan hadis Nabi SAW yang berasal dari Abu Ayyub, Abu Dzar, Abdurrahman bin `Auf, dan Abdullah bin Umar.
[58] Berdasarkan hadis Nabi s.a.w. riwayat an-Nasai, Ibnu Hibban dan al-Hakim. Dan al-Hakim menyebutnya hadis sahih yang berasal dari Abu Sa`id al-Khudri.
[59] Hadis riwayat Muslim daripada Aisyah r.a., dan juga ada yang berasal dari al-Barra’ r.a.
[60] Hadis muttafaqun `alalih berasal dari Abu Hurairah r.a.
[61] Hadis riwayat at-Tirmidzi berasal dari Abu Sa`id, namun kalimatnya terakhir Wa Atuubu ilayhi; bukan Wa As’aluhu al-tawbah.
[62] Hadis muttafaqun `alaih.
[63] Hadis diriwayatkan oleh al-Mustaghfiriy di dalam al-Da`waat; al-Khatib di dalam al-Ruwwaat berasal daripada Malik. Sementara itu dalam hadis dari Ali, “Bahwa siapa yang membacanya seratus kali sehari maka ia terbebas dari fakir dan siksa kubur”.
[64] HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi, baca Sunan Abiy Daawuud, hadis nomor (5088; 5089) dan Sunan al-Tirmidziy, hadis nomor (3388).
[65] Hadis riwayat at-Tahabrani berasal daripada Abu ad-Darda’ dengan kalimat, “Siapa yang bershalawat kepadaku sepuluh kali pada waktu subuh dan sepuluh kali petang maka ia akan mendapat syafa`atku pada hari kiamat.
[66] Hadis Abu Dawud, dan at-Tirmidzi berasal dari hadis Mi`qal bin Yassar dan menurutnya hadis hasan, dan siapa yang membacanya tiga kali pada waktu subuh dan membaca tiga ayat terakhir surat al-Hasyar maka Allah SWT mewakilkan kepada tujuh puluh ribu malaikat untuk menjaganya”. Dan juga diriwayatkan oleh al-Hakim dan menurutnya hadis sahih; dan juga diriwayatkan oleh Ibnu Abi ad-Dunya berasal dari hadis Anas.
[67] Baca Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, Ihyaa `Uluum al-Diin, j.1, hlm.337-339.
[68] Hadis yang menyebutkan keutamaan surat al-Fatihah diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dari Abu Sa`id bin al-Ma`laa dan juga oleh Imam Muslim dari Ibnu Abbas r.a. dimana malaikat Jibril datang kepada Nabi SAW dan ia berkata, “Sampaikanlah kabar gembira tentang dua cahaya yang keduanya hanya diturunkan kepadamu, belum diturunkan kepada nabi yang sebelummu, yaitu Faatihatul Kitab dan penutup surat al-Baqarah.
[69] Hadis yang menyebutkan keutamaan ayat kursi diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.
[70] Hadis yang menyebutkan keutamaan dua ayat terakhir surat al-Baqarah tersebut muttafaqun `alaih berasal dari Abu Mas`ud dan Ibnu Abbas.
[71] HR. al-Bukhari dan Muslim, baca Shahiih al-Bukhaariy [nomor 50 dan 4777]; dan Shahiih Muslim [nomor 93].
[72] Baca Ibnu Hajar al-`Asqallani, Fath al-Baariy bisyarh Shahiih al-Bukhaariy, j.1, h. 164.
[73] Sebelas adab zikir qalbi tersebut kami ambil dari kitab Tanwiir al-Quluub fiy Mu`aamalat `Uluum al-Ghuyuub karya Syekh Muhammad Amin al-Kurdi, seorang wali Allah dan tokoh tarekat naqsyabandiyah. Semoga dengan mengikuti 11 kaifiat ini, kita dapat berzikir dengan benar sehingga kita sampai kepada Allah SWT sebagai satu-satunya dzat yang kita maksud dan kita tuju dalam berzikir. Apabila penjelasan hamba keliru, mudah-mudahan Allah SWT memberi ampunan. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
[74] HR. Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah, baca Shahiih al-Bukhaariy [nomor 3208, 3332, 6594, 7454]; Shahiih Muslim [nomor 6665, 6667, 6668]; Sunan Abiy Daawuud [nomor 4708]; Sunan al-Tirmidziy [nomor 2137]; dan Sunan Ibni Maajah [nomor 76].
[76] Baca Syekh Muhammad Amin al-Kurdi, Tanwiir al-quluub fiy mu`aamalat `uluum al-ghuyuub, hlm.445.
[77] HR. at-Tirmidzi, baca Sunan al-Tirmidziy [nomor 3371 dan 3372].
[78] QS. Al-Mu’minuun, 40:60.
[79] QS. Al-Baqarah, 2:186.
[81] Rasulullah SAW menjelaskan bahwa seutama-utama doa adalah alhamdulillah. HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Majah, baca Sunan al-Tirmidziy [nomor 3383] dan Sunan Ibni Maajah [nomor 3800, 3828 dan 3829].
[82] Fudhalah meriwayatkan bahwa Rasulullah s.a.w. pernah bersabda: “Apabila salah seorang kamu sudah salat, maka hendaklah ia memulai dengan memuji Allah dan menyanjungnya, kemudian ia berselawat untuk Nabi s.a.w., kemudian mengucapkan doa yang ia kehendaki.” Hadis shahih dan diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan syarat Muslim, Imam Ahmad dan Imam Ishaq dalam Musnad masing-masing; juga oleh Imam Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Imam Hakim. Dan Imam at-Tirmidzi mengatakan hadis ini berpredikat hasan atau shahih. Baca an-Nawawi, al-Adzkaar al-Nawawiyyah [terj.], hlm.184-185.
[83] Baca az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islaamiy, j.1, h.804-807.
[84] HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah, baca Sunan Abiy Daawuud, hadis nomor (1493); Sunan al-Tirmidziy, hadis nomor (3475); dan Sunan Ibni Maajah, hadis nomor (3857).
[85] HR. Muslim, baca Shahiih Muslim, hadis nomor (6841).
[86] HR. Muslim, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah, baca Shahiih Muslim, hadis nomor (6842); Sunan al-Tirmidziy, hadis nomor (3489); dan Sunan Ibni Maajah, hadis nomor (3832).
[87] HR. al-Bukhari dan at-Tirmidzi, baca Shahiih al-Bukhaariy, hadis nomor (6374); dan Sunan at-Tirmidziy, hadis nomor (3567). Sesungguhnya Rasulullah SAW membaca doa berlindung dari hal tersebut di akhir shalatnya.
[88] Doa Nabi Muhammad SAW riwayat al-Bukhari dan Muslim daripada Abu Hurairah. Baca Shahiih Muslim [1324]; dan Muhammad Shan`ani, Subul al-Salaam, j.1, hlm.194.
[90] HR. at-Tirmidzi, baca Sunan at-Tirmidziy [nomor 3484].
[91] Doa Nabi Muhammad SAW riwayat al-Bukhari dan Muslim. Baca asy-Syaukani, Nayl al-Awthaar, j.2, h.287.
[92] Doa Nabi Muhammad SAW riwayat Muslim dari Ali r.a.
[93] Doa ini disebutkan oleh Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari dalam kitab Farukunan, satu kitab fikih yang masyhur di Nusantara pada abad ke-19 dan 20 Masehi.
[94] QS. Ali `Imran, 3:8-9.
[95] QS. Al-Kahfi, 18:10.
[96] QS. Al-A`raaf, 7:23.
[97] QS. Al-Furqaan, 25:65-66.
[98] QS. Al-Furqaan, 25:74.
[99] QS. Al-Baqarah, 2:201.
[100] HR. al-Bukhari dan at-Tirmidzi, baca Shahiih al-Bukhaariy [nomor 6306]; dan Sunan al-Tirmidziy [nomor 3393].
[101] HR. Muslim di dalam kitab Shahiih-nya, 1796; dan juga diriwayatkan oleh Abu Dawud, Sunan Abiy Daawuud, 1353.
[102] HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi, baca Sunan Abiy Daawuud [nomor 5088; 5089] dan Sunan al-Tirmidziy [nomor 3388].
[103] HR. Muslim, Abu Dawud dan at-Tirmidzi, baca Shahiih Muslim, hadis nomor (6846); Sunan Abiy Daawuud, hadis nomor (5071); Sunan al-Tirmidziy, hadis nomor (3390).
[104] HR. al-Bukhari, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah, baca Shahiih al-Bukhaariy, hadis nomor (6314); Sunan Abiy Daawuud, hadis nomor (5049); Sunan al-Tirmidziy, hadis nomor (3417); dan Sunan Ibni Maajah, hadis nomor (3880) dan lafaz menurut Abu Dawud.
[105] HR. al-Bukhari, baca Shahiih al-Bukhaariy, hadis nomor (6311, 6313).
[106] HR. at-Tirmidzi, baca Sunan al-Tirmidziy, hadis nomor (3448).
[107] HR. at-Tirmidzi, baca Sunan al-Tirmidziy, hadis nomor (3446).
[108] QS. Az-Zukhruf ayat 13 dan 14.
[109] HR. Muslim, Abu Dawud dan at-Tirmidzi, baca an-Nawawi, al-Adzkaar min Kalaam Sayyid al-Abraar (terjemahan), hlm.20; Sunan Abiy Daawuud, hadis nomor (2599); dan Sunan al-Tirmidziy, hadis nomor (3447).
[110] HR. Muslim, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah, baca Shahiih Muslim, hadis nomor (6817, 6818); Sunan al-Tirmidziy, hadis nomor (3437); dan Sunan Ibni Maajah, hadis nomor (3547).
[111] HR. al-Bukhari, Shahiih al-Bukhaariy, hadis nomor (6345).
[112] HR. al-Bukhari, Muslim dan at-Tirmidzi, baca Shahiih al-Bukhaariy, hadis nomor (6346); Shahiih Muslim, hadis nomor (6858); dan Sunan al-Tirmidziy, hadis nomor (3435).
[113] HR. at-Tirmidzi, baca Sunan al-Tirmidziy, hadis nomor (3563). Menurut Abu `Isa at-Tirmidzi, hadis ini tergolong hasan gharib.
[114] HR. at-Tirmidzi, baca Sunan al-Tirmidziy, hadis nomor (3433). Menurut at-Tirmidzi, hadis ini tergolong hasan gharib.
[115] HR. at-Tirmidzi, baca Sunan al-Tirmidziy, hadis nomor (3502). Kata Abu `Isa at-Tirmidzi, kedudukan hadis ini tergolong hasan gharib.
[116] HR. Muslim, baca Shahiih Muslim, hadis nomor (6851).
[117] HR. Muslim, baca Shahiih Muslim, hadis nomor (6852).
[118] HR. at-Tirmidzi, baca Sunan al-Tirmidziy, hadis nomor (3555).
[119] HR. at-Tirmidzi, baca Sunan al-Tirmidziy, hadis nomor (3554).
[120] HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Majah, baca Sunan al-Tirmidzi, hadis nomor (3428, 3429); dan Sunan Ibni Maajah, hadis nomor (2235). Menurut at-Tirmidzi, hadis ini tergolong hadis gharib.
[121] HR. at-Tirmidzi, baca Sunan al-Tirmidziy, hadis nomor (3578). Kata at-Tirmidzi, hadis ini tergolong hasan shahih gharib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari hadis Abu Ja`far al-Khathmi dan `Utsman bin Hunaif yaitu saudara Sahal bin Hunaif.
[122] At-Tirmidzi menyebutkan dalam kitab Sunan-nya [nomor 3430] hadis ini tergolong hasan gharib.
No comments:
Post a Comment